SOLOPOS.COM - Iliustrasi pintu kamar hotel (capnaux.com)

Larangan rapat di Hotel dan menjamurnya hotel, mendorong PHRI mengadakan kegiatan bulanan dan promosi internasional.

Harianjogja.com, JOGJA– Bisnis perhotelan selama 2015 diprediksi cukup berat. Selain menjamurnya hotel di DIY, kondisi tersebut terkait aturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang melarang pegawai negeri sipil (PNS) rapat di hotel.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Mengantisipasi semakin menurunnya kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY siap all out melakukan sejumlah program untuk menarik kunjungan wisatawan ke DIY. Caranya, dengan menggandeng berbagai pihak seperti organisasi travel agent, event organizer dan lain-lain untuk melakukan promosi bersama.

“Kami akan gencar melakukan promosi ke luar negeri seperti Singapura, Thailand, Malaysia dan negara lain. Selain itu provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Jakarta akan terus kami datangi untuk promosi,” kata Ketua (PHRI) DPD DIY, Istijab M Dununagoro akhir pekan lalu.

Istijab menargetkan setahun harus ada 20 kali promosi termasuk kegiatan-kegaitan festival di Jogja. Setiap bulan, katanya, PHRI minimal mempromosikan satu kegiatan festival untuk menarik wisatawan ke Jogja. Pasalnya, dia memprediksi akan terjadi Potential loss (potensi kehilangan) bisnis hotel hingga mencapai 45%.

“Yang paling kasian kalau low seasion sekitar periode Maret hingga April nanti. Saat hotel sepi kunjungan, satu-satunya pemasukan dari MICE. Kalau tidak ada MICE pendapatan hotel turun hingga 45 persen,” kata Istijab.

Menurut dia, akan banyak hotel yang akan merasakan dampak dari kebijakan Kemendagri itu. Kerugian yang dialami DIY bahkan ditaksir mencapai Rp70 miliar. Dia mencontohkan, akibat pembatalan berbagai kegiatan MICE pada Desember kemarin, Hotel Inna Garuda mengalami kerugian sekitar Rp1 miliar. Begitu juga dengan Eastparc hotel yang mengalami kerugian Rp1,4 miliar.

“Tahun ini menjadi tahun yang berat bagi hotel di Jogja. Apalagi jumlahnya semakin bertambah dan tingkat kunjungan pariwisata belum naik signifikan,” jelasnya.

Sementara, General Manager Hotel Eastparc Jogja, Erny Kusmastuti menjelaskan kerugian yang dialami hotel lebih disebabkan adanya pembatalan pemesanan oleh instansi pemerintahan, terutama badan usaha milik negara. Padahal, sambung Erny, DIY memiliki sebanyak 118 hotel berbintang.

“Market utama hotel-hotel di DIY berasal dari kalangan corporate. Hotel juga mencari pendapatan paling cepat melalui MICE,” kata Erny.
Untuk mengatasi masalah okupansi hotel, Erny berniat mencari pangsa pasar lain yakni dari market leisure dan series market dari wisatawan asal China, taiwan, Singapura dan lainnya.

“Itu menjadi solusi untuk menutupi potensi kerugian dari sisi pemasukan hotel. Selain itu, perlu diperbanyak kegiatan atau event-event untuk menarik wisatawan ke DIY,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya