SOLOPOS.COM - Jenderal L.B. Moerdani (istimewa)

Solopos.com, PAPUA — Jenderal TNI (Purn.) Leonardus Benyamin Moerdani, atau L.B. Moerdani yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di Merauke, Papua berjuang sejak usia 13 tahun.

Kala itu L.B. Moerdani turut melawan tentara Jepang yang menolak menyerah kendati Jepang telah kalah dari tentara Sekutu.

Promosi Program Pemberdayaan BRI Bikin Peternakan Ayam di Surabaya Ini Berkembang

Seperti apa sosok L.B. Moerdani sehingga namanya diresmikan Presiden Joko Widodo sebagai nama rumah sakit di Papua, Minggu (3/10/2021)?

Berikut data yang dihimpun dari berbagai sumber:

Benny Moerdani

Di masa Orde Baru L.B. Moerdani adalah salah satu jenderal kesayangan Presiden Soeharto.

Ia kerap disebut Benny Moerdani.

Moerdani lahir pada 2 Oktober 1932 dan meninggal 29 Agustus 2004) adalah salah satu tokoh militer Indonesia paling berpengaruh di era Orde Baru.

Sebagian besar karier militernya berkecimpung di dunia intelijen sehingga sosoknya dianggap misterius.

Moerdani lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah dari pasangan R.G. Moerdani Sosrodirjo, seorang pekerja kereta api dan istrinya yang seorang Indo Eurasia Jeanne Roech, yang memiliki darah setengah Jerman.

Baca Juga: Sah! Jenderal L.B. Moerdani Jadi Nama Rumah Sakit di Merauke 

Moerdani adalah anak ke-3 dari 11 bersaudara.

Meskipun seorang muslim, ayah L.B. Moerdani, Moerdani Sosrodirjo menoleransi istrinya dan anak-anaknya beragama lain.

Moerdani merupakan perwira TNI yang ikut terjun langsung dalam operasi militer penanganan pembajakan pesawat Garuda Indonesia 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand pada 28 Maret 1981.

Peristiwa itu dicatat sebagai pembajakan pesawat pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Republik Indonesia dan terorisme bermotif jihad pertama di Indonesia.

Selain sebagai Panglima ABRI, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dan juga Pangkopkamtib.

Berjuang Sejak Kecil

Moerdani kecil sudah aktif dalam “dunia kemiliteran” sejak kecil.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Moerdani yang kala itu berusia 13 tahun turut serta dalam serangan terhadap Markas Kempetai Jepang di Solo.

Kala itu pada bulan Oktober 1945 Kempetai menolak menyerah kendati Jepang sudah bertekuk lutut kepada Sekutu.

Baca Juga: Obituari Robby Sumampow: Mantan Raja Judi yang Jadi Mualaf 

Ketika Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal ABRI (TNI) dibentuk, Moerdani bergabung dengan Tentara Pelajar yang berada di bawah otoritas dari Brigade ABRI.

Dari brigade ini, Moerdani mengambil bagian dalam Revolusi Nasional Indonesia melawan Belanda, dia berpartisipasi dalam sebuah serangan umum yang sukses di Solo.

Setelah kemerdekaan Indonesia situasi berangsur aman, Moerdani mengambil kesempatan untuk menyelesaikan pendidikannya.

Bertugas di ABRI

Pada tahun 1951, Pemerintah Indonesia mulai melakukan demobilisasi.

Brigade Moerdani dianggap telah melakukan tugas cukup baik dan para prajuritnya terus bertugas dengan ABRI.

Moerdani bersama dengan brigadenya terdaftar dalam Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat (P3AD) dan mulai pelatihan pada bulan Januari 1951.

Pada saat yang sama, Moerdani juga mengambil bagian dalam Sekolah Pelatihan Infanteri (SPI).

Moerdani menyelesaikan pendidikan militernya dari P3AD pada bulan April 1952 dan dari SPI Mei 1952.

Ia diberi pangkat pembantu letnan satu.

Pemberontakan Darul Islam

Hanya berselang dua tahun ia sudah berpangkat letnan dua dan bertugas di TT/III Siliwangi, yang memelihara keamanan Jawa Barat.

Kala itu TT/III Siliwangi dipimpin Kolonel Alex Evert Kawilarang sebagai panglima.

Meletuslah pemberontakan Darul Islam.

Panglima TT/III Siliwangi membentuk Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (KESKO TT III) di mana Moerdani ada di dalamnya.

Keberhasilan mereka menumpas DI menarik Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta untuk membentuk Satuan Pasukan Khusus.



Pada tahun 1954, Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) dibentuk. Moerdani ditugaskan sebagai pelatih bagi para prajurit yang ingin bergabung dengan KKAD dan diangkat sebagai Kepala Biro Pengajaran.

Komandan Kompi

Pada tahun 1956, KKAD mengalami perubahan nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Tidak lama setelah itu, Moerdani diangkat menjadi Komandan Kompi.

Sebagai anggota RPKAD, Moerdani menjadi bagian dari pertempuran untuk menekan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), kelompok separatis yang berbasis di Sumatra.

Pada Maret 1958, Moerdani diterjunkan ke belakang garis musuh di Pekanbaru dan Medan untuk mempersiapkan dasar bagi ABRI untuk mengambil alih dua kota.

Sebulan kemudian, Moerdani mengambil bagian dalam Operasi 17 Agustus, sebuah operasi yang memukul para pemberontak PRRI.

Setelah penyerahan diri PRRI dan Permesta, Moerdani, ditempatkan di Aceh.

Sekolah di AS

Pada awal 1960, ia dikirim Ahmad Yani ke Amerika Serikat untuk bergabung dengan Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning.

Di sana, Moerdani mengambil bagian dalam Kursus Lanjutan Perwira Infanteri dan berlatih dengan 101st Airborne Division.



Moerdani kembali ke Indonesia pada tahun 1961 ketika ABRI sedang mempersiapkan diri untuk pengambilalihan Irian Barat.

Tugas pertamanya adalah melatih pasukan terjun payung yang seharusnya mendarat di belakang garis musuh dan menyusup.

Pada bulan Mei 1962, Moerdani ditugaskan memimpin penurunan pasukan terjun payung yang terdiri dari tentara RPKAD dan Kostrad.

Setelah mendarat di Irian Barat pada akhir Juni 1962, Moerdani memimpin pasukannya dalam pertempuran-pertempuran melawan anggota Angkatan Laut Belanda sampai PBB ikut campur pada bulan Agustus 1962 dan memutuskan memberikan Irian Barat ke Indonesia.

Membangkang

Tahun 1964, Moerdani kembali ke Jakarta. Prestasinya selama kampanye pembebasan Irian Barat menarik perhatian Presiden Soekarno yang ingin merekrutnya sebagai ajudan Presiden dan menikahkannya dengan salah satu putrinya namun Moerdani menolak kedua penawaran tersebut.

Pada akhir 1964, sebuah pertemuan perwira RPKAD diadakan dan Moerdani diundang bersama.

Topik dari pertemuan ini adalah untuk membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD namun Moerdani keberatan.

Berita keberatan Moerdani sampai ke Panglima Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani.

Yani menuduh Moerdani melakukan pembangkangan. Ia dipindah dari RPKAD ke Kostrad pada 6 Januari 1965.



 



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya