SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI)

Kurs rupiah yang terus melemah membuat banyak pihak ketar-ketir dan mempertanyakan langkah pemerintah.

Solopos.com, JAKARTA — Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan depresiasi atau pelemahan rupiah atas dolar AS hingga di atas Rp13.000 bukan karena ketidakseriusan pemerintahan Jokowi-JK mengurus masalah ekonomi.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Menurutnya, anjloknya kurs rupiah itu terjadi lebih sebagai akibat pengaruh ekonomi global. Selain itu, politikus Partai Golkar itu mengatakan depresiasi rupiah saat ini masih dalam batasan yang wajar dan normal

“Pemerintah serius mengurus ekonomi. Ini memang gejolak yang terjadi pada ekonomi global yang imbasnya harus juga dirasakan oleh Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global tersebut,” kata anggota Komisi DPR yang membidangi masalah keuangan dan perbankan tersebut kepada wartawan, Kamis (12/3/2015).

Mukhamad Misbakhun menambahkan kondisi pelemahan nilai rupiah saat ini tidak sama dengan krisis pada 1997-1998 karena saat itu terjadi kerawanan sosial dan kerusuhan. Apalagi, ujarnya, pada 1997-1998, rupiah melemah hingga di atas Rp13.000 dari titik awalnya sekitar Rp2.000 per dolar AS. Sementara saat ini, angka Rp13.000 berawal dari sekitar Rp12.000 di awal Pemerintahan Jokowi-JK.

“Jadi perspektif ini harus dimengerti dan bisa dipahami sebelum berbicara soal gejolak sosial sebagai akibat kenaikan nilai USD,” ujarnya. Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa pemerintah dan lembaga terkait harus segera mengambil sejumlah langkah agar pelemahan tidak berkepanjangan.

Menurutnya, Bank Indonesia harus segera melakukan upaya yang optimal di pasar untuk melakukan stabilisasi nilai rupiah. “Dengan demikian rupiah bisa turun pada angka psikologis di bawah Rp13000 per dolar AS,” ujar Misbakhun.

?Lebih jauh, Misbakhun menjelaskan bahwa di dalam kondisi saat ini, para pengambil kebijakan di sektor keuangan perlu mempertimbangkan untuk melakukan pengaturan kembali rezim devisa bebas yang dianut Indonesia. Menurutnya, kebijakan baru diperlukan sehingga devisa yang masuk dalam sistem keuangan di Indonesia bisa tinggal lebih lama dalam sistem keuangan yang ada.

“Dengan begitu devisa itu bisa memberikan manfaat riil pada sistem ekonomi. Jangan sampai devisa yang masuk ke Indonesia datang di saat mengambil momentum, untuk lalu pergi begitu cepat di saat keuntungannya sudah tidak ada,” ujar Misbakhun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya