SOLOPOS.COM - Ilustrasi pergerakan kurs rupiah (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Kurs rupiah terus menguat ke level tertinggi sejak 9 bulan terakhir atau Juni 2015.

Solopos.com, JAKARTA — Rupiah berhasil menguat ke level tertinggi dalam 9 bulan terakhir akibat dorongan sejumlah faktor internal. Salah satunya besarnya arus masuk modal asing dan peningkatan pembelian obligasi oleh pemerintah.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Pada penutupan perdagangan Kamis (3/3/2016) mata uang Garuda naik 69 poin atau 0,52% ke level Rp13.232/dolas AS. Angka tersebut menjadi posisi tertinggi sejak Juni 2015.

Menghijaunya rupiah membuatnya menempati peningkatan tertinggi ketiga di Asia Pasifik setelah won Korea dan ringgit Malaysia. Mata uang Negeri Ginseng tumbuh 1,04% menuju 1.214,8 per dolar AS dan ringgit terapresiasi 0,79% menjadi 4,1345 per dolar AS.

Analis Monex Investindo Futures, Faisal, mengatakan penguatan rupiah hari ini lebih disebabkan faktor internal dibanding eksternal. Di antaranya adalah besarnya arus masuk modal asing ke dalam negeri dan pembelian obligasi pemerintah yang melewati ekspektasi pasar.

Aktivitas investor asing hari ini membawa Rp980 miliar ke bursa saham Jakarta dan menekan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun turun 10 bps ke 8,006%. “Perekonomian yang mulai stabil memicu investasi masuk ke dalam negeri di tengah lesunya ekonomi Jepang dan China, serta goyahnya dolar AS. Investor pun beralih ke Indonesia,” tuturnya saat dihubungi, Kamis.

Selain itu, pemotongan suku bunga dipercaya menggairahkan kinerja sektor riil. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Februari 2016 lalu, bank sentral menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7%.

Faisal meyakini pada 2016 suku bunga dapat kembali diturunkan terutama jika nilai inflasi sesuai dengan target. Presiden Joko Widodo juga sudah mengharapkan suku bunga dapat kembali dipangkas karena kesenjangan yang cukup tinggi dengan suku bunga di negara-negara lain.

Adapun faktor eksternal yang mengangkat kinerja rupiah adalah pulihnya harga minyak dan data perekonomian Paman Sam yang kurang bagus. Pada Jumat (4/3/2016), data penyerapan tenaga kerja AS atau non-farm payroll (NFP) akan dirilis.

Bila data menyebutkan kenaikan serapan tenaga kerja sesuai ekspektasi, maka dolar AS berpeluang menguat dan menekan mata uang lainnya, termasuk rupiah. Namun, lanjut Faisal, pada perdagangan Jumat (4/3/2015), rupiah masih akan menguat moderat dengan faktor penopang masih dari dalam negeri dengan range harga Rp13.150-Rp13.400/dolar AS.

Chief Market Analyst FXTM Jameel Ahmad dalam publikasinya menuturkan, pelemahan harga minyak WTI turut berimbas menekan mata uang Garuda. Namun, investor masih bereaksi positif terhadap penurunan suku bunga BI baru-baru ini.

Dengan semakin meredanya inflasi dan pertumbuhan domestik bruto atau PDB, dia menyakini BI akan kembali melakukan pemotongan suku bunga. Pasar juga memandang hubungan bilateral dengan Iran sebagai langkah positif karena aktivitas ekonomi domestik dapat terdorong di tengah anjloknya harga komoditas.

Menurutnya, sentimen investor asing terhadap Indonesia akan semakin baik bila pemerintah mampu melonggarkan beleid investasi asing langsung. Pasalnya, masih banyak kritik yang mengecam struktur regulasi di Tanah Air yang dapat membuat para investor enggan menggelontorkan dana.

Dia menambahkan pemberian stimulus untuk meningkatkan ekonomi dalam negeri kemungkinan memperbaiki sentimen investor terhadap IDR dalam jangka pendek. Namun, penyederhanaan peraturan untuk menarik modal asing ke Indonesia diperlukan untuk memperbaiki sentimen dalam jangka yang lebih panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya