SOLOPOS.COM - Ilustrasi gender (Dok/JIBI/Solopos)

Kurikulum politik perempuan yang tengah digodog diharapkan dapat menjadi acuan organisasi khusus perempuan dan partai politik.

Harianjogja.com, JOGJA-Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY tengah menyusun draf kurikulum pendidikan politik bagi perempuan. Kurikulum tersebut sebagai langkah untuk meningkatkan partisipasi perempuan di ranah publik dan dunia politik.

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Draf kurikulum politik perempuan disusun oleh tim yang terdiri dari BPPM DIY, akademisi, organisasi perempuan, perwakilan partai politik.

“Draf kurikulum politik perempuan ini masih terus kita sempurnakan terutama pada poin pengarusutamaan gender, kepemimpinan perempuan, dan kondisi politik Indonesia,” kata Kepala BPPM DIY Kristiana Swasti, saat dihubungi seusai Ekspos Kurikulum Pendidikan Politik bagi Perempuan 2015-2019, Selasa (3/2/2015)

Kristiana mengakui partisipasi perempuan di DIY dalam politik masih rendah. Salah satu indikasinya anggota DPRD DIY periode 2014-2019 hanya ada enam orang
perempuan. Jumlah itu menurun dari periode sebelumnya yang berjumlah 12 orang.

Selain itu, lanjut Kristiana, jumlah perempuan di eksekutif mau pun di lembaga yudikatif masih sedikit dan belum banyak menduduki posisi strategis. Banyak perempuan belum memahami akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Sasaran kurikulum politik perempuan ini nantinya adalah perempuan desa mau pun kota yang berusia 18-50 tahun, tingkat pendidikan minimal SMP, perempuan yang aktif dalam organisasi sekolah, organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi politik, dan memiliki minat dalam organisasi politik dan kepemimpinan.

“Sebagai kurikulum pendidikan politik bagi perempuan untuk pemula, pemberian materi diselenggarakan selama berturut-turut 3-4 hari,” ucap Kristiana.

Ia juga menyarankan kurikulum politik perempuan 2015-2019 ini bisa menjadi acuan organisasi-organisasi yang konsen dengan perempuan,

“Termasuk bisa menjadi acuan partai politik,” tandas Kristiana.

Terpisah, aktivis perempuan asal Gunungkidul Dwi Rusdjiati Agnes mengapresiasi penyusunan kurikulum pendidikan politik bagi perempuan. Namun, menurut dia harus disesuaikan dengan kebutuhan kondisi saat ini.

Agnes menilai kuantitas keterwakilan perempuan dalam dunia politik bisa penting dan juga bisa tidak penting.

“Yang dibutuhkan adalah perempuan progresif yang punya pola pikir untuk kesrjahteraan perempuan,” tegas aktivis yang saat ini aktif di LSM Aliansi Bhineka Tunggal
Ika (ABTI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya