SOLOPOS.COM - Foto udara kebakaran lahan di kawasan Kabupaten Banyuasin, Sumsel, Selasa (20/10/2015). Berdasar pantauan satelit Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menemukan 654 titik panas berada di Sumatra Selatan. (JIBI/Solopos/Antara/Nova Wahyudi)

KTT Perubahan Iklim 2015 menghasilkan Kesepakatan Paris yang dinilai hanya menguntungkan negara maju. Pemerintah Indonesia dinilai hanya pragmatis dan jadi pengikut.

Solopos.com, JAKARTA — Paris Agreement atau Kesepakatan Paris yang diteken oleh 195 negara dalam KTT Perubahan Iklim 2015 dikritik keras di Indonesia. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyata pesimismenya atas Kesepakatan Paris dan mengkritik sikap delegasi Indonesia yang dinilai pragmatis.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Manajer Kampanye Walhi (Friends of the Earth Indonesia), Kurniawan Sabar, mengatakan bahwa bagi Indonesia, kesepakatan di Paris akan memberikan dampak sangat signifikan bagi masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

“Kesepakatan iklim di Paris tidak memberikan jaminan perubahan sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Dengan demikian, lingkungan dan masyarakat Indonesia yang rentan dan terdampak perubahan iklim akan berada dalam kondisi yang semakin mengkhawatirkan,” katanya dalam rilis, Minggu (13/12/2015).

Menurutnya, sikap pemerintah Indonesia yang sangat pragmatis dan tidak memainkan peran strategis dalam negosiasi di Paris, membuat Indonesia hanya jadi pengikut kesepakatan dan kepentingan negara maju. Baca: Mendag: Dunia Tak bisa Hidup Tanpa Minyak Sawit.

“Bagi politikus, ini adalah kesepakatan yang adil dan ambisius, namun hal ini justru sebaliknya. Kesepakatan ini pasti akan gagal dan masyarakat sedang ditipu,” kata Koordinator Keadilan Iklim dan Energi Friends of the Earth International, Dipti Bathnagar. Dipti berpendapat, masyarakat terdampak dan rentan terhadap perubahan iklim mestinya mendapat hal yang lebih baik dari kesepakatan ini.

Negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa, kata Dipti, mestinya melakukan membagi tanggung jawab yang adil (fair share) untuk menurunkan emisi, memberikan pendanaan dan dukungan alih teknologi bagi negara-negara berkembang untuk membantu mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. “Namun, di Paris, negara-negara kaya berupaya membongkar konvensi perubahan iklim untuk memastikan kepentingan mereka sendiri,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya