SOLOPOS.COM - Sidang pleno KTM WTO di Nusa Dua, Bali, Rabu (4/12/2013). (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Solopos.com, NUSA DUA -– Perumusan salah satu isi Paket Bali mengenai fasilitas perdagangan masih terbilang alot karena beberapa negara masih bersikukuh dengan kepentingannya masing-masing.

Menurut informasi dari sumber yang mengetahui jalannya negosiasi tersebut, pada dasarnya semua negara yang ikut berunding menginginkan kebijakan fasilitasi perdagangan tersebut, tetapi sebagian besar menginginkan adanya penyesuaian dengan kepentingan mereka. “Ini yang sulit. Banyak hal yang masih belum disepakati. Semuanya [negara] punya kepentingan masing-masing,” ujar sumber yang tak ingin disebutkan namanya tersebut, Rabu (4/12/2013).

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Masalah utama yang menjadi perdebatan adalah mengenai dana pengembangan infrastruktur untuk penerapan sistem fasilitasi perdagangan tersebut karena banyak negara menyatakan belum mampu melakukannya. Negara berkembang belum sepenuhnya menerapkan fasilitasi perdagangan sedangkan negara kurang berkembang atau least developed countries (LDC) masih membutuhkan pendampingan teknis untuk menerapkannya.

“Mereka banyak mempertanyakan mana yang terlebih dahulu. Apakah membuat sistem dahulu baru dana dialirkan, atau mengalirkan dana untuk membuat sistem tersebut,” katanya.

Selain itu, dia menuturkan masih terdapat permasalahan dengan kepentingan sejumlah negara. Amerika Serikat, misalnya, masih menolak menerima kapal yang transit di pelabuhan Kuba karena hubungan kedua negara tersebut tidak harmonis. Padahal, lanjutnya, tujuan utama dari pelaksanaan sistem fasilitasi perdagangan adalah adanya harmonisasi dokumen. Selain itu membentuk sistem untuk melancarkan aliran barang antarnegara yang mencakup pendampingan teknis (technical assistance) dan pengembangan kapasitas (capacity building) untuk negara berkembang dan kurang berkembang.

Masalah lainnya, tuturnya, datang dari Panama dan beberapa negara di kawasan Amerika Tengah yang menginginkan penggunaan perantara kepabeanan. Sedangkan Uni Eropa menolak penggunaan makelar kepabeanan tersebut. “Situasinya memang sulit. Banyak negara yang punya kepentingan lainnya. Namun, saya merasa kondisi saat ini lebih baik daripada di Putaran Doha,” ujarnya.

Dia menjelaskan solusi yang terbaik mengenai fasilitasi perdagangan harus dicapai karena hal itu merupakan pintu masuk untuk mendiskusikan agenda yang lain, misalnya  pembahasan isu pertanian. “Sulit untuk mendapatkan keputusan yang menyenangkan semua pihak. Saya pikir keputusan ini tidak akan menyenangkan bagi semua negara, tetapi keputusan yang tidak menyenangkan itu harus adil bagi semuanya,” katanya.

Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo menjelaskan jika disetujui, Paket Bali akan dapat menggenjot perekonomian dunia senilai US$1 triliun per tahun dan menolong negara berkembang dan kurang berkembang untuk menjadi lebih maju. Roberto menambahkan saat ini dibutuhkan kemauan politik dari pemerintah setiap negara untuk mendukung tercapainya kesepakatan di KTM WTO kali ini. Jika gagal, maka akan berdampak buruk pada perdagangan dunia.

“Kita tidak dapat menunda-nunda lagi. Kita harus menyelesaikan pekerjaan ini jika ada kemauan politik. Tidak ada anggota [WTO] yang diminta melakukan hal yang tidak mungkin,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya