SOLOPOS.COM - Demonstran anti pengetatan keuangan Yunani membakar selembar uang euro di luar Kantor Perwakilan Uni Eropa, Athena, Yunani, Minggu (18/6/2015). (JIBI/Solopos/Reuters/Alkis Konstantinidis)

Krisis Yunani memang jauh dari Indonesia, namun dampaknya sudah sangat terasa bagi kurs rupiah dan pasar modal.

Solopos.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengingatkan risiko keluarnya dana dari pasar keuangan Indonesia menuju negara-negara save haven akibat krisis Yunani. Otoritas di sektor keuangan harus waspada.

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menyampaikan krisis di Athena menguatkan persepsi negatif tentang stabilitas makroekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia. Investor memandang risiko berinvestasi di emerging markets meningkat.

“Seandainya risk on seperti sekarang, flight to quality itu lebih banyak ke Amerika Serikat dan Jepang. Jadi, kami lihat negara-negara berkembang perlu waspada dan Indonesia juga perlu waspada,” katanya, Senin (6/7/2015).

AS, lanjutnya, menjadi tujuan sehubungan dengan prospek pemulihan ekonomi di negara itu. Demikian pula dengan Jepang setelah pelonggaran kuantitatif sejak 2013.

Pasar saham Indonesia merespons hasil referendum Negeri Para Dewa yang menolak bailout Troika dengan kejatuhan indeks harga saham gabungan 1,33% ke posisi 4.916 pada perdagangan kemarin. Rupiah melemah 0,2% ke posisi Rp13.347 per dolar AS, menurut Bloomberg Dollar Index, serentak dengan mata uang Asia lainnya, kecuali Jepang, Hong Kong, dan India.

BI tidak dapat memperkirakan seberapa lama tekanan di pasar uang dan pasar modal akan berlangsung. Otoritas moneter itu bersama pemerintah hanya bisa mengantisipasi kemelut utang Yunani dan percepatan normalisasi suku bunga AS dalam tiga bulan terakhir.

“Kami juga perlu melakukan upaya-upaya untuk menstabilkan rupiah dan juga memberikan komunikasi bahwa perkembangan di Yunani ini adalah sesuatu yang sudah kami antisipasi,” ujar Gubernur BI.

Sementara itu, Credit Suisse, bank investasi yang berbasis di Zurich, memandang Indonesia sebagai salah satu ekonomi di Asia yang rentan terhadap krisis Yunani. Apalagi bila imbas kemelut utang semakin meruntuhkan harga komoditas.

Dalam laporan tertulisnya, Credit Suisse memaparkan Indonesia bersama Malaysia menjadi dua negara yang paling rentan jika guncangan di Negeri Para Dewa menunda pemulihan di zona euro. Dampak itu ada meskipun andil ekspor ke Benua Eropa terhadap produk domestik bruto Indonesia kecil, yakni hanya 2,5%, sedangkan ke Yunani 0,1%.

“Eksposur mungkin lebih besar daripada yang kami sebutkan jika potensi perlambatan di Eropa memberikan dampak negatif pada harga komoditas atau melukai pertumbuhan China,” kata analis Credit Suisse Santitarn Sathirathai.

Padahal, lanjutnya, kedua negara mempunyai ruang terbatas melonggarkan kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan. Sesaat setelah pengumuman hasil referendum Yunani, komoditas logam dan energi jatuh. Tembaga turun 3,3% menjadi US$5.571 per ton, nikel 3,2% menjadi US$11.615 per ton, menurut data Bloomberg. Harga minyak pun anjlok, seperti West Texas Intermediate turun 4,4% ke US$54,5 per barel, sedangkan brent jatuh 2,3% menjadi US$58,95 per barel.

Santitarn menuturkan dampak nyata terhadap ekonomi Asia relatif kecil karena eksposur ekspor dan finansial ekonomi Asia yang tipis. Pertanyaan yang lebih penting, lanjutnya, apakah situasi Yunani akan kian menunda pemulihan Benua Biru yang belum juga matang hingga kini.

“Perembetan risiko dari Yunani ke regional lain yang bekerja melalui perbankan, kepercayaan pasar, dan saluran politik, berisiko membuat zona euro tumbuh di batas bawah,” ujar Santitarn.

Dana Moneter Internasional (IMF) dan konsensus pasar memproyeksi ekonomi blok bermata uang tunggal itu tumbuh 1,5% tahun ini. Namun, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tetap optimistis ekspor akan tumbuh akhir tahun meskipun hingga Mei kontraksi terus berlanjut. “Pokoknya kita upayakan enggaklah [tidak terkontraksi,” ujar Bambang.

Dia pun meyakini krisis Yunani tidak akan menunda perbaikan ekonomi Benua Biru sehingga tidak perlu ada kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan Indonesia. Dampak Yunani, lanjutnya, hanya merembet ke pasar keuangan RI yang berlangsung temporer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya