SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Pengusaha kayu dan permebelan kembali diguncang dengan minimnya ketersediaan tenaga kerja sektor furnitur. Perajin mengeluhkan karena banyak tukang yang beralih profesi menjadi tenaga kerja di sektor tekstil, garmen dan properti.

Kondisi ini terjadi saat industri mebel kembali menggeliat dan permintaan produk mebel dari luar negeri meningkat. “Sekarang ada lagi anomali di bisnis mebel. Di saat krisis global banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Sekarang, giliran permintaan mulai naik malah terjadi krisis tenaga kerja terampil karena sudah banyak yang pindah ke proyek properti dan juga pabrik garmen,” terang eksportir mebel asal Sukoharjo, Zakky Ryan Isnaini, kepada Solopos.com, Senin (10/6/2013).

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

Kondisi ini menurutnya berdampak pada sulitnya produksi mebel bahkan di sentra industri mebel.

“Di tempat saya ada order yang harus saya tunda pengirimannya karena pengrajin saya kesulitan mencari tenaga.”

Dari informasi yang dia terima, berpindahnya tenaga kerja ke sektor lain adalah karena upah yang dinilai lebih tinggi. Upah properti dinilai lebih tinggi dari pada di industri mebel. Menurut Zakky saat ini harga jual mebel terhitung sangat murah sehingga pengusaha pun tidak berani memberi gaji tinggi.

“Padahal dulu pernah gaji tenaga kerja industri mebel bisa dua kali lipat dari upah minimum kota.”

Wakil Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Tangan Indonesia (Asmindo) Solo, Adi Darma, menuturkan tren krisis tenaga kerja di industri mebel sudah dirasakan pengusaha sejak satu tahun terakhir. Krisis ini berawal saat order mebel dari negara asing anjlok.

“Dari situ banyak tenaga yang akhirnya cari pekerjaan lain. Sekarang, giliran order mebel kembali ramai para tenaga itu sudah terlanjur mapan dengan pekerjaan mereka sendiri-sendiri.”

Menurutnya, tak sedikit pengusaha mebel yang terpaksa menolak order dari pelanggan. Ia mengakui memang tak memiliki data akurat mengenai pengurangan jumlah tenaga kerja. Namun, menurutnya, pengurangan tenaga kerja sektor mebel ini cukup signifikan.

“Dampaknya banyak potensi pasar yang hilang. Kira-kira bisa sampai 25%. Kami tak bisa maksimalkan pesanan. Padahal, pasar saat ini sedang mulai bergeliat lagi,” tutur Adi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya