SOLOPOS.COM - Ilustrasi krisis di Suriah (JIBI/Solopos/Dok)

Krisis di Suriah

Harian Jogja.com, MOSKOW—Pemerintah Rusia dan Prancis tak sepakat atas laporan yang dibuat para penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait serangan senjata kimia yang membunuh ratusan orang di Suriah.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, bersama Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, dalam jumpa pers di Moskow, Selasa (17/9/2013) waktu setempat mengatakan, laporan itu tidak memperlihatkan bukti bahwa pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad melakukan serangan pada 21 Agustus 2013, dan Rusia masih mencurigai pasukan pemberontak berada di balik serangan itu.

Fabius berbeda pandangan, dengan mengatakan laporan itu tak diragukan bahwa pasukan Bashar harus dipersalahkan karena melakukan serangan tersebut yang Washington katakan membunuh lebih 1.400 orang. Amerika Serikat juga menyalahkan pasukan pemerintah Suriah.

Lavrov menyadari bahwa laporan para penyelidik itu membuktikan senjata kimia telah digunakan.  “Tetapi  tak ada jawaban atas sejumlah pertanyaan yang kami ajukan, termasuk apakah senjata itu diproduksi di satu pabrik atau buatan sendiri,” ujarnya seperti dikabarkan Reuters dan dilansir Antara.

“Kami memiliki alasan-alasan sangat serius untuk meyakini bahwa ini merupakan provokasi,” kata Lavrov setelah pembicaraan di Moskow antara dua negara dengan kekuasaan veto di Dewan Keamanan PBB.

Dia mengatakan telah banyak provokasi yang dilakukan oleh para pemberontak yang berperang melawan pemerintah Bashar. “Mereka semua dipersenjatai, selama dua tahun terakhir memprovokasi intervensi pihak asing.”
Lavrov mengatakan laporan PBB itu hendaknya diperiksa untuk pengujian, jangan dibiarkan begitu saja dan perlu bukti dari sumber-sumber seperti di internet dan media lain, termasuk laporan dari biarawati dekat lokasi mereka dan seorang wartawan yang telah berbicara dengan pemberontak.

“Kami ingin peristiwa 21 Agustus diselidiki secara profesional dan objektif,” kata dia.

Namun Fabius yang negaranya mengambil posisi sama dengan Presiden AS Barack Obama dalam mendukung aksi militer terhadap Suriah, menantang interpretasi Lavrov dengan menyatakan hasil dari laporan itu sudah jelas.

“Ketika Anda melihat sejumlah gas sarin digunakan, vektor, teknik di balik suatu serangan, serta aspek-aspek lain, tampaknya tak meninggalkan keraguan bahwa rezim itu berada di baliknya,” kata Fabius.

Lavrov dan Fabius sepakat hendaknya ada dorongan yang diperbarui bagi solusi politik di Suriah. Menlu Rusia itu juga berterima kasih kepada Prancis atas dukungan bagi kesepakatan Rusia-AS yang menyerukan Suriah untuk menghitung sepenuhnya senjata kimia dalam sepekan dan bagi pemindahan serta penghancuran seluruh senjata kimia pada pertengahan 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya