SOLOPOS.COM - Menkumham Yasonna H. Laoly (JIBI/Solopos/Antara)

KPK vs Polri memunculkan wacana penerbitan perppu hak imunitas bagi pimpinan KPK. Namun Menkum HAM menyebutnya bertentangan dengan konstitusi.

Solopos.com, JAKARTA — Wacana penerbitan Perppu Imunitas bagi pimpinan KPK ditentang oleh anggota kabinet Jokowi-JK. Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM), Yasonna H. Laoly, menyebut wacana pemberian hak imunitas terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertentangan dengan konstitusi.

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Yasonna Laoly beralasan semua orang di mata hukum sama. Karena itu, menurutnya, lebih baik KPK maupun Polri mengedepankan transparansi.

“Itu potensial untuk melanggar konstitusi. Jadi saya kira, yang perlu barangkali transpransi, menjaga supaya masing-masing lembaga hukum, institusi hukum kita saling menjaga dirinya dalam melakukan tindakan-tindakan sesuai tupoksinya,” kata politikus PDIP tersebut seusai menghadiri peresmian PTSP di kantor BKPM Jakarta, Senin (26/1/2015).

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu untuk memberikan hak imunitas pimpinan KPK. Perlakuan hukum khusus layak diberikan kepada pekerja pemberantasan korupsi karena pekerjaan mereka rentan dijegal dengan berbagai upaya kriminalisasi oleh pihak yang merasa terancam.

Kendati demikian, lanjut Zainal, perppu imunitas pimpinan KPK tersebut dapat dikecualikan apabila pihak-pihak yang dimaksudkan terbukti melakukan kejahatan dalam operasi tangkap tangan. “Ya kalau sudah tangkap tangan, berarti sudah nyata-nyata kejahatnnya,” kata dia.

Wacana hak imunitas muncul setelah Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, ditangkap Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan memobilisasi pemberian kesaksian palsu sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, 2010. Penangkapan itu dinilai sarat upaya kriminalisasi KPK setelah penetapan calon tunggal Kapolri, Komjen Pol. Budi Gunawan, sebagai tersangka oleh KPK.

Saat ini, Bambang Widjojanto masih aktif sebagai pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Berdasarkan undang-undang, Bambang Widjojanto yang berstatus tersangka bisa dinonaktifkan dari jabatannya agar berkonsentrasi menghadapi perkara hukum. Namun penonaktifan itu harus menggunakan payung hukum berupa keputusan presiden (kepres).

Yasonna Laoly menambahkan dalam waktu dekat, pihaknya akan memberi masukan kepada Presiden Jokowi tentang perundang-undangan penonaktifan pejabat yang tersangdung kasus hukum. “Kita akan kasih masukan kepada Pak Presiden, harus membuat tenang dulu,” jelasnya. Ia menolak berkomentar apakah BW harus mengundurkan diri atau tidak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya