SOLOPOS.COM - Demo BEM UI di Gedung KPK, Selasa (27/1/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Yudhi Mahatma)

KPK vs Polri di praperadilan Budi Gunawan terus mempermasalahkan status penyelidik KPK yang bukan berasal dari Polri.

Solopos.com, JAKARTA — Kuasa hukum Budi Gunawan masih mempermasalahkan status penyelidik KPK yang bukan berasal dari Polri. Mereka menyebut penyelidik KPK yang menangani perkara calon Kapolri itu tidak sah karena tidak sesuai dengan KUHAP.

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

“Kalau kemarn saksi yang dihadirkan KPK dari BPKP [Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan], maka penyelidikan yang mereka lakukan tidak sah. Tidak sesuai KUHAP,” kata Maqdir Ismail, kuasa hukum BG, di sela-sela praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jum’at (13/2/2015).

Menurut Maqdir Ismail, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan KPK boleh melakukan koordinasi dengan BPKP. Sedangkan penyelidik dengan jelas harus mengacu pada KUHAP. “Pegawai BPKP tidak berhak menjadi penyidik.”

Maqdir mengatakan UU KPK menyebutkan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum mengacu pada KUHAP. “KUHAP menyebut pejabat polri,” katanya.

Sebagaimana diketahui, pada persidangan kemarin, kubu KPK menghadirkan saksi fakta penyelidik KPK, Iguh Sipurba. yang sebelumnya berdinas di BPKP. Padahal, dalam mengangkat penyelidik, KPK menggunakan dasar UU KPK, tepatnya Pasal 43 yang menyebut KPK berhak mengangkat penyelidik sendiri.

Berikut bunyi pasal-pasal dalam Bagian Ketiga (Penyelidikan) di UU KPK:
Bagian Kedua (Penyelidikan)

Pasal 43
1. Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.
2. Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi.

Pasal 44
1. Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.
3. Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan
penyelidikan.
4. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan.
5. Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya