SOLOPOS.COM - Mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (17/5/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

KPK menyatakan bisa mempidanakan anggota DPR lainnya jika terbukti menghalangi penyidikan.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan berhenti melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pihak yang merintangi penanganan kasus.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan saat ini KPK melakukan penyidikan dugaan upaya menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice dengan tersangka anggota DPR dari Partai Golkar Markus Nari dalam kasus korupsi e-KTP.

Markus Nari yang merupakan politikus dari Sulawesi Selatan itu dijerat oleh KPK karena diduga kuat merintangi penyidikan dan persidangan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, mantan petinggi Kementerian Dalam Negeri.

“Kalau memang nantinya kami temukan bukti ada upaya untuk merintangi, menghalangi, menghambat secara langsung dan tidak langsung penanganan perkara terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi, maka tentu kita akan melihat kemungkinan penerapan Pasal 21 UU No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya Senin (4/9/2017).

Sebelumnya, DPR tersengat ucapan Ketua KPK Agus Rahardjo pekan lalu yang mengatakan Pansus Hak Angket DPR menghalangi penegakan hukum oleh lembaga antirasuah itu. Khususnya, kata Agus, hal itu dalam kasus korupsi besar e-KTP yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka.

Sebagai gambaran, pasal yang mengatur obstruction of justice adalah Pasal 21 UU No. 31/1999 dan diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terkait hal itu, anggota Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK Arsul Sani meminta KPK mencabut pernyataan itu. Menurutnya, pimpinan KPK berani mengancam dengan pasal tersebut karena tindakan KPK selama ini dipersepsikan benar di mata publik.

Sebelumnya Pansus sudah membeberkan beberapa temuan yang diklaim sebagai pelanggaran yang dilakukan KPK. “KPK merasa benar karena paradigma itu KPK cenderung menutup ruang komunikasi. Kami menuntut agar ancaman itu ditarik kembali,” katanya.

Febri Diansyah menyayangkan keinginan DPR agar kewenangan KPK direvisi sehingga lembaga tersebut hanya menjalankan tugas koordinasi dan supervisi semata. Pasalnya, kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan adalah terintegrasi. Hal ini telah dijalankan selama ini menjadi rujukan banyak negara di dunia dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.

“Lebih efektif jika sejak proses penyidikan sudah ada pertimbangan dan kontrol oleh penuntut umum,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya