SOLOPOS.COM - Simulator kendaraan roda empat untuk uji SIM terlihat di Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) di Malang, Jawa Timur. Pengadaan simulator ini diwarnai dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah perwira tinggi Polri. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Simulator kendaraan roda empat untuk uji SIM terlihat di Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) di Malang, Jawa Timur. Pengadaan simulator ini diwarnai dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah perwira tinggi Polri. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Polri menilai penyidikan Mabes Polri terhadap kasus dugaan korupsi simulator kemudi adalah cacat hukum karena melanggar UU No.30/2002 tentang KPK, lembaga anti-korupsi yang kini juga menangani perkara serupa. Kepolisian diminta menghentikan penyidikan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sekretaris Jendral Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki mengatakan penetapan tersangka oleh Mabes Polri dalam kasus dugaan korupsi simulator kemudi, dianggap melanggar Pasal 50 UU KPK. Tiga tersangka yang sama dalam kasus itu adalah Wakil Kepala Korlantas Polri Brigjen Pol. Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, serta Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang.

“Tiga dari lima tersangka baru yang ditetapkan tersangka oleh kepolisian per 1 Agustus 2012merupakan nama-nama yang sudah lebih dahulu dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus yang sama,” ujar Teten dalam siaran pers bersama di Jakarta, Jumat (3/8/2012).

Dia mengungkapkan konsekuensi yuridis dari tindakan kepolisian tersebut membuat penetapan tersangka tersebut cacat hukum. Hal itu, papar Teten, disebabkan karena pihak kepolisian tidak berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi yang sudah diselidiki lebih dahulu oleh KPK.

Pasal 50 ayat 3 dan 4 UU No.30/2002 tentang KPK masing-masing berbunyi: dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Sedangkan ayat 4 adalah dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko mengatakan tindakan kepolisian tersebut patut dicurigai sebagai bagian dari upaya melokalisir kasus korupsi dengan cara “membajak” tersangka dan mempertahankan barang bukti di genggaman mereka. Di sisi yang lain, kata dia, publik tentu sulit menyerahkan sedikit kepercayaannya kepada kepolisian untuk menuntaskan kasus ini secara independen.

“Kasus rekening gendut jendral polisi hingga kasus beberapa jendral dalam perkara Gayus Tambuan membuktikan itu semua. Tidak ada yang tuntas, karena semuanya diselesaikan secara adat,” ujar Danang. “Dalam istilah populernya, pemeriksaan jenderal oleh kepolisian sama artinya jeruk makan jeruk.”

Koalisi itu juga meminta Kejaksaan Agung harus menolak berkas penyidikan kepolisian yang akan dilanjutkan ke penuntutan karena proses penyidikannya cacat hukum. Mereka juga meminta kepolisian harus mendukung upaya pembersihan institusi yang tengah dilakukan KPK dalam penanganan kasus dugaan korupsi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya