SOLOPOS.COM - Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani mengusap air mata ketika bersaksi di sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Aprillio Akbar)

Politikus DPR dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani, ditetapkan KPK sebagai tersangka baru terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — KPK menetapkan mantan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani, sebagai tersangka. Miryam diduga memberikan keterangan yang tidak sebenarnya dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang kini juga telah menjerat 3 tersangka lain.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

“Kita sudah menemukan bukti permulaan yang cukup, atau 2 alat bukti, untuk menetapkan tersangka MSH,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Rabu (5/4/2017) malam, yang ditayangkan Kompas TV.

“Tersangka diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya di bawah sumpah dalam persidangan. Sementara keterkaitan dalam konteks lain, penyidik masih mencermati fakta-fakta persidangan,” kata dia.

Menurutnya, para penyidik telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Miryam tersebut. Beberapa bukti permulaan tersebut yakni kesaksian tiga penyidik KPK, salah satunya Novel Baswedan yang menyatakan tidak ada tekanan sama sekali saat melakukan pemeriksaan terhadap Miryam.

Kesaksian itu juga dikuatkan dengan video rekaman pemeriksaan terhadap Miryam yang telah ditampilkan dalam sidang, Kamis (30/3/2017) lalu.

“Selain itu, ada pula kesaksian dari terdakwa Sugiharto bahwa tersangka pernah mendapatkan uang namun dibantah oleh tersangka. Ini juga merupakan salah satu bukti permulaan. Penetapan status tersangka ini juga merupakan peringatan bagi pihak lain agar tidak memberikan kesaksian yang tidak benar di pengadilan,” paparnya.

Terkait kemungkinan penetapan nama-nama lain sebagai tersangka, Febri menyatakan masih terbuka selama ada bukti permulaan yang cukup. Namun KPK masih mencermati informasi di persidangan dua terdakwa kasus ini, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

“Soal kemungkinan nama lain, kemungkinan masih terbuka sepanjang ada rekomendasi, kemudian kita lihat nota persidangan, jika ditemukan bukti awal yang cukup atua 2 alat bukti itu untuk dikenakan pasal 22 jo pasal 35 UU No. 31/1999 tentang tindak pidana korups,” kata Febri. Baca juga: Bocoran BAP Miryam Sangat Detail, Masak Ngarang?

Sebelumnya, Miryam telah dicegah KPK bepergian ke luar negeri pada 24 Maret 2017 lalu hingga 60 hari berikutnya. Penetapan Miryam sebagai tersangka dilakukan tak lama setelah KPK memeriksa pengacara Elza Syarief hari ini. Elza mengaku ditanya penyidik KPK soal pertemuan dirinya dengan Miryam.

“Ya keterangan saya sebagai saksi dari perkaranya tersangka Andi Narogong. Yang dikonfirmasi banyak dari peristiwa Nazaruddin memberi keterangan waktu 2013 kemudian sampai pertemuan saya dengan Ibu Yani di kantor saya,” kata Elza setelah menjalani pemeriksaan, Rabu. Baca juga: Novel: Miryam Mengaku Ditekan Bamsoet, Desmond, & Masinton.

Elza menyatakan bahwa Miryam mengaku tidak kenal dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong. “Bu Yani tidal kenal dengan Andi jadi ya saya tidak bisa jelaskan secara detail karena ini sifatnya pro justitia. Nanti kan tentunya pada persidangan kalau saya dipanggil saya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan persidangan itu,” kata Elza.

Elza menyatakan bahwa penyidik KPK juga mengambil barang bukti berupa kopi data dari kamera pengintai atau CCTV untuk melihat kedatangan Miryam S Haryani ke kantornya. Soal kedatangan Miryam ke kantornya, ia menyatakan bahwa itu hanya konsultasi karena dirinya sebagai pengacara. “Ya kan konsultasi, saya lawyer. Sebagai teman dekat,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam BAP setebal 27 halaman–yang belakangan dia cabut sendiri–itu, diketahui bahwa Miryam diperiksa empat kali sebagai saksi atas terdakwa Sugiarto yaitu pada 1, 7, dan 14 Desember 2016 serta, 24 Januari 2017. Miryam mengaku mendapat perintah dari pimpinan Komisi II DPR untuk membantu mengkoordinasikan pemberian dari Ditjen Dukcapil Kemendagri dan mengaku menerima dua kali pengiriman dari Sugiharto.

Selanjutnya, berdasarkan BAP itu, sesuai perintah Chairuman Harapan selaku Ketua Komisi II DPR saat itu, ia diduga membagi uang dalam amplop terpisah dan diserahkan kepada nama-nama yang terdata dalam daftar. Pada pemberian kepada pimpinan Komisi II DPR, Miryam memberikan keterangan khusus pada bagian nama Ganjar Pranowo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya