SOLOPOS.COM - Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani mengusap air mata ketika bersaksi di sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Aprillio Akbar)

Miryam S Haryani mencabut BAP-nya dalam kasus korupsi e-KTP. Jaksa pun meminta agar Miryam ditahan dengan dugaan memberi keterangan palsu.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) KPK meminta agar mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani ditahan karena diduga memberikan keterangan palsu. Dugaan itu mencuat setelah Miryam mencabut sebuah berita acara pemeriksaan (BAP) dirinya sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

“Berdasarkan pasal 174 KUHAP, kami minta yang mulia menerapkan Miryam untuk ditetapkan sebagai saksi yang memberikan keterangan palsu dan dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan,” kata Ketua tim JPU KPK Irene Putri dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Miryam kembali menjadi saksi untuk kasus korupsi e-KTP dan pengakuannya dikonfrontir dengan keterangan tiga penyidik KPK. Namun, Miryam mencabut semua BAP-nya dengan dalih ditekan penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi di KPK.

Pasal 174 KUHAP ayat 1 menyebutkan “Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu”.

Sedangkan ayat 2 menyebutkan “Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu”.

Ayat 3 menyebutkan “Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini.

Ayat 4 menyebutkan “Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai”. Atas permintaan JPU KPK itu, majelis hakim meminta agar pemeriksaan saksi dilanjutkan lebih dulu.

“Majelis berpendapat mengenai apa yang disampaikan tadi, kami memandang perlu lebih lanjut kita dengar keterangan saksi-saksi lain sehingga tidak berhenti menempuh proses hukum saat ini,” kata ketua majelis hakim John Halasan Butarbutar.

Dalam sidang, Miryam mencabut BAP dan membantah menerima uang dari terdakwa Sugihartao. “Saya tidak pernah menerima uang,” kata Miryam.

Atas keterangan itu, Sugiharto pun membantahnya. “Bahwa saksi ini telah menerima 4 kali pemberian dari saya, uang yang pertama Rp1 miliar, kedua 500 ribu dolar AS, 100 ribu dolar AS, keempat, Rp5 miliar jadi ditotal 1,2 juta dolar AS,” kata Sugiharto.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Miryam mendapat uang dari Sugiharto dan membagikan kepada 4 orang pimpinan Komisi II DPR, yaitu Chaeruman, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi masing-masing US$25.000; 9 kapoksi masing-masing US$14.000 termasuk ketua kelompok fraksi (kapoksi) merangkap pimpinan komisi; serta 50 anggota Komisi II DPR masing-masing US$8.000 termasuk pimpinan komisi dan Kapoksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya