SOLOPOS.COM - Jaksa Penuntut Umum KPK membawa berkas perkara kasus dugaan korupsi proyek E-KTP ke dalam gedung pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Cerita detail Nazaruddin tentang bagi-bagi duit di DPR dan Kemendagri terus menyebut nama-nama yang diduga terlibat korupsi e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazarudin mengungkapkan bahwa pembahasan proyek pengadaan e-KTP menggunakan uang APBN dengan jumlah yang fantastis butuh jaminan dari fraksi besar di DPR.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Hal itu diungkapkan Nazaruddin dalam sidang lanjutan korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, mantan petinggi Kementerian Dalam Negeri, Senin (3/4/2017). Selain Nazar, para saksi yang turut diperiksa meliputi politikus Partai Golkar Melchias Markus Mekeng, politikus Partai Demokrat Chotibul Umam Wiranu, dan saksi lainnya seperti Vidi Gunawan (adik Andi Agustinus alias Andi Narogong).

Di hadapan majelis hakim, Nazaruddin menceritakan bahwa pada 2009 anggota DPR dari Fraksi Demokrat Mustoko Weni dan Ignatius Mulyono menemui Anas Urbaningrum. Mereka menceritakan rencana proyek pengadaan e-KTP sekaligus menjelaskan bahwa dana untuk menjamin pembahasan proyek tersebut akan ditanggung seorang pengusaha bernama Andi Narogong. Keesokan harinya, Andi diajak untuk menemui Anas.

“Andi menceritakan sudah lama menjadi rekanan di Kemendagri. Dia meyakinkan Mas Anas untuk menjalankan proyek ini. Tapi harus ada anggarannya. Kemudian dibuat kesepakatan untuk menggelar pertemuan dengan Kemendagri yang diwakili oleh Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni,” kata Nazar.

Dalam pertemuan lanjutan itu, Diah menjelaskan panjang lebar tentang proyek tersebut dan Anas kemudian sepakat untuk mendukung proyek tersebut. Menurut Nazar, Fraksi Demokrat yang merupakan fraksi terbesar di DPR kala itu sangat diandalkan untuk mengamankan jalannya pembahasan. Pasalnya, penganggaran yang besar akan menimbulkan goncangan di internal DPR sehingga fraksi diminta meredamnya.

Dia mengungkapkan setelah itu Anas juga Ketua Fraksi Demokrat memanggil Wakil Ketua Badan Anggaran Mirwan Amir dan meminta agar Banggar mengamankan proyek tersebut. Hal itu ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Banggar dan Kemendagri.

“Sebelum pembahasan anggaran disepakati untuk anggaran tahap awal e-KTP. ?Jadi kan Rp6 triliun harus bertahap. Waktu itu ketemu Bu Mustoko Weni, saya, Ignatius, membicarakan uang untuk bagi-bagi uang di DPR,” papar Nazaruddin.

Dalam perjalanan, paparnya, Andi Narogong selalu melaporkan ke Fraksi Demokrat jika menemui hambatan dalam pembahasan dan tender proyek tersebut. Nazaruddin mencontohkan suatu ketika Andi menceritakan bahwa ada indikasi Kemendagri akan menghentikan rencana proyek tersebut. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti Anas dengan menghubungi Kemendagri.

Begitu pula ketika penentuan pemenang tender selalu tertunda. Andi menceritakan hal itu kepada Anas dengan informasi bahwa Mendagri Gamawan Fauzi melalui orang kepercayaannya meminta uang US$2 juta. Sepekan setelah uang itu diserahkan, pengumuman pemenang tender dipublikasikan oleh kementerian tersebut.

Nazarudin juga menceritakan bahwa dia menjadi saksi mata Mustoko Weni membagi-bagikan uang tahap pertama kepada sejumlah pihak termasuk Melchias Marcus Mekeng, Ganjar Pranowo, serta anggota dewan lainnya. Di hadapan hakim dia tetap mengatakan bahwa para anggota DPR turut menerima kucuran uang meskipun dibantah oleh nama-nama yang disebut dalam dakwaan jaksa.

“Ya memang kalau itu bermasalah pasti dibantah, dari mana mau mengaku. Tapi kan kalau dia mau mengakui lebih baik. Lebih baik mengaku biar supaya hukumannya di dunia dan akhirat tidak berat kan,” tuturnya sebelum persidangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya