SOLOPOS.COM - Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani mengusap air mata ketika bersaksi di sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Aprillio Akbar)

Gugatan praperadilan tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus korupsi e-KTP Miryam S Haryani, ditolak hakim.

Solopos.com, JAKARTA — Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Asiadi Sembiring menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani.

Promosi Video Uang Hilang Rp400 Juta, BRI: Uang Diambil Sendiri oleh Nasabah pada 2018

“Hakim praperadilan berpendapat tindakan termohon yang menetapkaan pemohon sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 sudah sesuai dengan prosedur dan telah memenuhi ketentuan minimal dua alat bukti sehingga harus dinyatakan sah dan berdasar hukum,” kata Hakim Asiadi saat membacakan putusan praperadilan Miryan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2017).

Selanjutnya, kata Asiadi, menimbang bahwa tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 5 April 2017 adalah sah dan berdasar hukum.

“Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka tuntutan pemohon agar perbuatan termohon yang menyatakan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum, menurut hakim praperadilan tidak cukup beralasan dan berdasarkan hukum sehingga ditolak,” tuturnya.

Kemudian, kata Asiadi, menimbang oleh karena permohonan praperadilan ditolak maka pemohon dibebankan untuk membayar biaya perkara ini.

“Menyatakan penetapan tersangka atas nama Miryam S Haryani adalah sah, menyatakan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 adalah sah dan berdasar hukum. Membebankan pemohon membayar biaya perkara yang timbul dalam permohonan praperadilan sebesar Rp5.000,” kata hakim Asiadi.

KPK menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Dalam persidangan perkara e-KTP pada Kamis (23/3/2017) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik KPK sebagai saksi. “BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik,” jawab Miryam, sambil menangis.

Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya. Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek KTP-E sebesar Rp5,95 triliun tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya