SOLOPOS.COM - Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani mengusap air mata ketika bersaksi di sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Aprillio Akbar)

Hanya sebagian politikus DPR yang disebut hakim dalam putusan kasus korupsi e-KTP. Ini merupakan efek pencabutan BAP Miryam S Haryani.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa KPK masih meyakini adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Dalam putusan sidang 2 pejabat Kemendagri Irman dan Sugiarto, hakim hanya menyebut sebagian dari deretan politikus DPR yang sempat disebut dalam dakwaan jaksa.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

“Pertama, hakim sudah menyatakan keyakinannya ada korupsi, kolusi sejak penganggaran,” kata jaksa penuntut umum KPK Irene Putri seusai sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Kedua, dalam pertimbangannya majelis hakim menyampaikan bahwa selain orang-orang yang didakwa bersama-sama. Hakim juga menyatakan ada pihak-pihak lain yang berperan mewujudkan tindakan korupsi sejak penganggaran itu.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani menerima sejumlah USD1,2 juta, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari menerima USD400.000 atau Rp4 miliar, dan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin mendapatkan USD100.000.

Namun pembagian uang kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR, Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanato, dan pimpinan Badan Anggaran DPR, tidak disebut dalam vonis hakim.

“Jadi bahan putusan ini akan kita sampaikan jelas bahwa hakim meyakini Markus Nari menerima, Miryam juga menerima, kemudian Ade Komarudin disampaikan hakim juga menerima. Namun hakim belum menjelaskan mengapa mereka menerima,” ungkap Irene.

Irene juga meyakini bahwa dengan disebutkan pertemuan Setya Novanto dengan para terdakwa, maka sudah terwujud tindak pidana. “Bahwa ada pihak-pihak lain yang mewujudkan tindak pidana. Jadi fakta ada pertemuan dengan Setya Novanto kemudian tanggapan Setya Novanto itu dijelaskan meski hakim tidak menolak pencabutan BAP Miryam itu. Hakim hanya menyampaikan bahwa hakim menetapkan keterangan di pengadilanlah yang dijadikan pertimbangan,” ungkap Irene.

Dengan tidak dipakainya BAP Miryam di tahap penyidikan, maka aliran uang ke anggota DPR lainpun tidak masuk dalam putusan hakim. “[tidak dipakainya BAP Miryam] Nanti kita sampaikan ke pimpinan sebagai laporan kami. Tapi ada fakta-fakta yang menurut kami kalau hakim sudah meyakini sejak proses penganggaran maka harusnya ada fakta-fakta yang juga sebagaimana tuntutan kami uraikan bahwa ada korupsi dan kolusinya sejak penganggaran. Itu yang menurut kami belum diuraikan hakim,” tegas Irene.

Majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia, Anwar dan Ansyori Saifudin dalam perkara ini memvonis mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Vonis itu ditambah kewajiban membayar denda USD500.000 dikurangi USD300.000 dan Rp50 juta subsider dua tahun kurungan. Sedangkan terhadap mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider satu bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti USD50.000 dikurangi pengembalian USD30.000 dan Rp150 juta subsider setahun kurungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya