SOLOPOS.COM - Terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto mengikuti sidang dugaan korupsi E-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

Gamawan Fauzi kini mengaku siap dihukum mati jika terbukti menerima uang dalam kasus korupsi e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyatakan siap dihukum mati bila terbukti menerima uang atau keuntungan dari proyek pengadaan e-KTP. Beberapa waktu lalu, dia juga pernah mengatakan berani dikutuk tujuh turunan.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

“Itu fitnah kalau pernah saya ketemu itu hanya dugaan semua, saya siap dihukum mati,” kata Gamawan saat bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/1/2018).

Gamawan mengaku hanya sekali bertemu dengan Direktur PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, salah satu vendor dalam proyek pengadaan e-KTP. Dalam dakwaan jaksa, Gamawan disebut mendapat ruko di Grand Wijawa dan sebidang tanah di Jl. Brawijaya III melalui adik Gamawan Fauzi bernama Azmin Aulia dari Paulus Tannos.

“Saya hanya ketemu Paulus Tannos sekali saat jadi gubernur di Sumatera Barat saat peresmian pembangkit listrik tahun 2007, saya ke Singapura juga dicurigai. Silakan, saya bertanggung jawab, saya tidak ada niat untuk mendapat satu sen pun,” tambah Gamawan.

Hakim lalu bertanya. “Anda sebelumnya pernah mengatakan pernah mau dikutuk tujuh turunan sekarang siap dihukum mati, pernah tidak bertanya ke adik saudara soal ruko dan tanah di Brawijaya?”

“Begini Yang Mulia, saya minta jaksa sama-sama kita jujur. Begitu Andi, cara saya panggil adik saya, kenapa kau tidak komunikasi dengan saya. Saya demi Allah bawa bukti. Ini bukti pembelian tanah di Brawijaya berdua dengan Jhony G Plate, atas nama PT. Ini bukti transfer bank saya, ini bukti penerimaan Paulus. Yang mau membeli bukan kami, dia mau jual kepada kami karena kesulitan uang untuk membiayai karena pemerintah tidak kasih uang muka,” jawab Gamawan.

Gamawan juga mengatakan bahwa bukan dia yang menawarkan ruko tersebut. Dia membawa bukti catatan notaris dan bukti transfernya.

“Ini fitnah besar bagi saya, saya cuma ketemu 2007, fitnah ini keterlaluan bagi saya. Saya juga tidak pernah ke kantornya Azmin Aulia, kantor kami kan berbeda-beda, ruangan saja kami tidak tahu dan masing-masing saling menjaga,” tegas Gamawan.

Dalam dakwaannya, selain menduga Gamawan menerima ruko dan tanah, jaksa juga menyebut dia menerima uang Rp50 juta. “Satu sen pun tidak pernah demi Allah, Yang Mulia. Ada tiga dosa besar, saya anak ulama, yang pertama syirik, kedua melawan orangtua, ketiga sumpah palsu, silakan buktikan. Saya dua tahun bolak-balik dipanggil terus begini,” tambah Gamawan.

Dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun, Setya Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai US$135.000.

Setya Novanto diduga menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi, keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun Made Oka Masagung, rekan Setya Novanto yang memiliki OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte di Singapura. Sedangkan jam tangan dia terima dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena membantu memperlancar proses penganggaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya