SOLOPOS.COM - Mantan Mendagri Gamawan Fauzi menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/1/2018). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A)

Gamawan Fauzi menceritakan pembicaraannya tentang proyek e-KTP di Kantor Wapres saat itu, Boediono.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengungkapkan pembicaraan dia mengenai pengadaan e-KTP di Kantor Wakil Presiden. Saat proyek e-KTP berlangsung Wakil Presiden adalah Boediono.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Ada surat yang saya kirim ke Wakil Presiden, untuk meminta agar Wakil Presiden menyelesaikan, ‘tolong Pak Wapres ini ada perbedaan supaya fair’,” kata Fauzi, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (29/1/2018).

Dia bersaksi untuk terdakwa korupsi e-KTP, Setya Novanto. Perbedaan itu terjadi antara panitia lelang dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP). LKPP minta agar pengadaan e-KTP dapat dipecah menjadi sembilan paket pengadaan.

Sedangkan panitia lelang termasuk tim teknis yang termasuk ada di dalamnya eselon 1 Kementerian Dalam Negeri tidak menyetujui hal itu.

“Saya sebenarnya menolak untuk mengerjakan proyek itu, kalau bisa jangan Kementerian Dalam Negeri, karena ini terlalu berat bebannya Rp5,9 triliun,” kata Fauzi.

Rapat itu dilakukan pada 11 Februari 2011. “Saya mengatakan ke Wakil Presiden, dirapatkan ada putusan di situ, Pak Sofyan Djalil [Menteri BUMN], surat saya tadi ditimpali lagi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, untuk minta tolong ditindaklanjuti. Tapi Pak Wapres mengatakan, itu tujuan dan fungsi Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Fauzi.

Sedangkan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri saat ini, Zudan A Fakrulloh, yang juga dihadirkan menjadi saksi mengakui, ada 20 persen peralatan e-KTP yang sudah rusak setelah tujuh tahun.

“Karena sudah tujuh tahun, maka ada 20 persen sudah rusak. Printer rusak tidak bisa dipakai. Kami ada 6.000 titik kecamatan, 1.200 sudah tidak bisa dipakai, jalan keluar dari Dinas Dukcapil jemput bola ke kecamatan,” kata Fakhrulloh, yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Saat itu, dia menjabat kepala Biro Hukum pada periode 2010-2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya