Kontrak karya Freeport di Papua menjadi sorotan serius menjelang habisnya periode kontrak beberapa tahun lagi.
Solopos.com, JAKARTA — Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, membantah adanya proses perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia.
Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024
“Perpanjangan itu belum dan tidak sah karena sesuai dengan peraturan pemerintah yang masih berlaku perpanjangan kontrak Freeport hanya bisa dilakukan dua tahun menjelang kontrak berakhir,” ujar Rizal Ramli di Gedung KPK, Senin (12/10/2015).
Menurut menteri dengan jargon “Rajawali Kepret” ini, perpanjangan kontrak Freeport baru bisa dilakukan pada 2019 mengingat kontrak berakhir pada 2021. Rizal Ramli menambahkan masih banyak hal yang belum bisa dipenuhi oleh PT Freeport Indonesia, salah satunya yang pertama adalah Freeport hanya membayar 1% royalti selama 1967-2014, sementara negara lain membayar sekitar 6-7%.
Sebelumnya, pada era pemerintahan SBY, sempat ada wacana untuk menaikkan menjadi 3,5%. Namun pada saat itu belum disetujui. Masalah kedua, PT Freeport Indonesia membuang limbah beracun yang membahayakan masyarakat di sekitar lokasi tambang tanpa diproses terlebih dahulu.
Ketiga, Freeport dianggap tidak serius soal divestasi. Padahal, ada kewajiban pemegang kontrak karya harus punya program divestasi. Artinya, menjual sahamnya kepada pemerintah Indonesia atau anak perusahaan di Indonesia.
“Jadi kami lihat Freeport seenak enaknya saja kalo ada menteri yang mengatakan sudah disetujui perpanjangan kontraknya, itu melawan hukum,” tegas Rizal.