SOLOPOS.COM - Sejumlah haul truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9/2015). (Antara)

Kontrak Freeport Indonesia di Papua memang belum jelas perpanjangannya. Namun, tambang Grasberg, Mimika, harus terus beroperasi.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai pertambangan emas dan tembaga di Kabupaten Mimika, Papua, yang saat ini dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia harus terus berlanjut. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan operasi pertambangan di wilayah tersebut telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian Mimika dan Papua.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Dia mengungkapkan pertambangan di sana menyumbangkan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Mimika hingga 92%, sedangkan PRDB untuk Papua mencapai 37%. Oleh karena itu, dia menilai operasi tambang di sana telah mampu memberikan benefit yang besar kepada masyarakat lokal.

Terkait dengan isu perpanjangan operasi Freeport di sana setelah kontrak habis pada 2021, Sudirman menjelaskan hal tersebut belum bisa diputuskan oleh pemerintah. Namun, dia tidak mempermasalahkan pihak yang mengoperasikan tambang tersebut.

“Dilanjutkan [operasi Freeport] atau tidak, operasi tambang di Mimika harus tetap dilanjutkan untuk menjaga ekonomi di sana,” katanya dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Senin (25/1/2016).

Menurutnya, kalaupun Freeport tidak lagi menjadi operator di sana, pemerintah bisa menyiapkan BUMN ataupun pihak lain yang siap menggarap tambang tersebut. “Skemanya bisa melalui BUMN. Bisa macam-macam,” tuturnya.

Sementara itu, Komisi VII DPR mengusulkan agar pemerintah mempertimbangakan untuk membeli langsung saham Freeport McMoRan, induk usaha Freeport Indonesia melalui BUMN dibandingkan dengan fokus pada divestasinya di Indonesia. Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian menilai sekarang ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli saham tersebut. Pasalnya, harga saham Freeport di bursa New York sedang anjlok.

Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, saham perusahaan berkode FCX tersebut berada di level US$3,94 per lembar dengan kapitalisasi pasar senilai US$4,6 miliar. Menurut Ramson, jika pemerintah melalui BUMN bisa menguasai 40% saham FCX, maka otomatis Freeport Indonesia bisa ikut diatur. Apalagi, nilai penawaran 10,64% saham Freeport Indonesia senilai Rp1,7 miliar dianggap kemahalan.

“Masuk domain pemerintah, kuasai 40 persen, semua keputusan strategis bisa dipengaruhi pemegang saham,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Sudirman Said mengatakan pemerintah tidak bisa mengabaikan proses divestasi Freeport Indonesia. Pasalnya, hal tersebut sudah diamanatkan dalam peraturan pemerintah (PP). “Masalahnya bukan harga FCX lebih murah, tapi karena PP memang mengatur demikian [divestasi],” katanya.

Dia menambahkan, Kementerian BUMN dimungkinkan jika secara strategis mau membeli saham FCX. Namun, dia menegaskan hal tersebut berada di luar domain Kementerian ESDM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya