SOLOPOS.COM - Sejumlah haul truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9/2015). (Antara)

Kontrak Freeport Indonesia bisa diperpanjang dengan syarat di antaranya divestasi saham. Namun, harga saham Freeport yang ditawarkan kemahalan.

Solopos.com, JAKARTA — PT Freeport Indonesia sudah memberikan penawaran awal harga untuk 10,64% saham divestasinya kepada pemerintah senilai US$1,7 miliar pada 13 Januari lalu. Nilai itu dinilai terlalu mahal untuk ukuran nilai Freeport Indonesia saat ini.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menilai harga seluruh saham Freeport Indonesia hanya sekitar US$11,6 miliar. Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi laba bersih yang stabil hingga masa kontraknya habis pada 2021 ditambah nilai aset pada 2014.

Dia menjelaskan aset Freeport Indonesia pada 2014 tercatat senilai US$9,1 miliar dengan laba bersih senilai US$500 juta atau turun dari laba bersih pada 2013 senilai US$784 juta. Jika laba bersih diasumsikan tetap hingga 2019, maka nilainya seluruh sahamnya US$11,6 miliar saja atau US$1,23 miliar untk 10,64% saham. Baca juga: Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin Mundur.

“Perlu diingat dan menjadi pertimbangan, lima tahun ke depan Freeport akan lebih banyak development, sehingga produksi dan profitnya akan terus turun. Apalagi empat tahun terakhir Freeport tidak membayar dividen dan bisa berlanjut selama lima tahun ke depan,” paparnya.

Director-External Communication Freeport-McMoran, induk usaha Freeport Indonesia, Eric E. Kinnerberg, menyatakan pihaknya sudah sepakat untuk menawarkan sahamnya kepada pemerintah Indonesia dengan harga wajar. Laporan hasil valuasi saham tersebut pun sudah disampaikan. “Nilainya akan kami publikasikan jika kesepakatan divestasi 10,64% saham antara perseroan dengan pemerintah telah tercapai,” katanya melalui email kepada Bisnis/JIBI.

Adapun harga saham Freeport McMoran (FCX), induk usaha Freeport Indonesia, di bursa New York pada kemarin sore hanya bertengger di level US$4,35 per saham kapitalisasi pasar senilai US$5,028 miliar dolar AS. Rendahnya saham FCX tersebut diakibatkan kerugian besar dalam investasi proyek minyak di Teluk Meksiko.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan penawaran Freeport tersebut sedang dievaluasi. Nantinya akan disepakati terlebih dahulu harga wajar saham tersebut sebagai patokan. “Harga itu merupakan harga tertinggi bagi pemerintah, tapi sebagai harga dasar bagi pihak swasta,” katanya di Jakarta, Senin (18/1/2016).

Dia mengatakan pemerintah sebagai pemegang hak pertama memiliki waktu 60 hari untuk menyatakan minat membeli setelah ada kesepakatan harga. Setelah itu, pembelian saham divestasi tersebut baru bisa dieksekusi.

Jika tidak, maka nasib saham tersebut akan seperti 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara yang pembeliannya belum juga dieksekusi oleh pemerintah hingga sekarang. Padahal, pemerintah sudah memiliki kesempatan tersebut sejak 2010 lalu.

“Kalau belum ada kesepakatan kedua belah pihak, nanti minta perpanjangan kayak PIP [Pusat Investasi Pemerintah] waktu divestasi Newmont. Kan sama diperpanjang lagi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya