SOLOPOS.COM - Ilustrasi konflik antara Palestina dan Israel. (Reuters-Ibraheem Abu Mustafa)

Solopos.com, JAKARTA — Perdana Menteri Palestina Mohammed Ishtaye pada Minggu (6/3/2022) mengecam pembunuhan bocah berusia 14 tahun oleh tentara Israel di Abu Dis, kota di tenggara Yerusalem.

Hal itu diungkapkan kantor berita resmi Palestina WAFA belum lama ini seperti dilansir Antaranews.

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Isthaye mewanti-wanti apa yang disebutnya “konsekuensi berbahaya dari eskalasi pembunuhan dan eksekusi lapangan yang dilakukan oleh pasukan Israel di wilayah Palestina.”

Menurut kesaksian warga Palestina, bocah bernama Yamen Jaffal itu terluka parah dalam aksi protes warga Palestina di Abu Dis. Saat itu pasukan Israel menyerbu kota itu untuk menangkap aktivis Palestina.

Baca Juga: Asal Usul Gunung Muria, Peninggalan Palestina?

Saksi menambahkan tentara Israel menghalang-halangi ambulans Palestina untuk mengevakuasi Jaffal. Mereka lantas menangkap bocah itu selagi kondisinya kritis.

Jaffal kemudian meninggal akibat luka-luka yang dideritanya, menurut kementerian kesehatan.

Sementara itu, juru bicara militer Israel melalui pernyataan mengeklaim bahwa tentara Israel melihat dua warga Palestina melempar bom molotov ke arah pos militer Israel di daerah tersebut.

Jubir itu juga mengatakan tentara Israel menembaki keduanya, salah satunya terluka dan satu lainnya melarikan diri.

Sebelumnya menurut Radio Israel, pada Minggu, seorang warga Palestina berusia 19 tahun tewas di tangan polisi Israel di kota tua di Yerusalem Timur setelah berupaya menikam dua polisi Israel.

Baca Juga: Emma Watson Suarakan Dukungan untuk Palestina, Tuai Pro Kontra

Pendapat Pakar

Konflik Isu agama diyakini bukan akar masalah dari konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Pendudukan oleh Israel di wilayah Palestina menjadi bara yang terus menyala bahkan tak jarang menimbulkan letupan.

Menurut Pakar Timur Tengah dan Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Dina Y. Sulaeman penjajahan yang dilakukan para pemukim Israel berupa pengusiran warga Palestina dari rumahnya menjadi akar masalah konflik di wilayah pendudukan tersebut.

“Akar masalahnya bukan pada agama, tetapi pada penjajahan-pemukim berupa pengusiran warga Palestina dari rumahnya,” ujar Dina Y. Sulaeman dalam diskusi virtual Pelanggaran HAM di wilayah pendudukan Israel atas Palestina, Jakarta, Jumat (21/5/2021) seperti dilansir Bisnis.

Pengusiran warga Palestina dari rumahnya oleh pemukim Yahudi terus dilakukan seperti apa yang terjadi di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.

“Statusnya Yerusalem Timur itu adalah wilayah pendudukan dan Israel itu tidak boleh mengubah demografi di sana,” ujar Dina Sulaeman.

Baca Juga: Adopsi Resolusi Pro-Palestina, UNESCO Desak Israel Hentikan Aksi Ilegal

Warga Palestina di Tepi Barat merasa sulit bergerak, karena terhalang pos pemeriksaan milik Israel. Ini adalah bentuk diskriminasi yang dialami warga Palestina, ujar dia.

“Penjajahan dan pendudukan ini tidak manusiawi bahkan ada diskriminasi sangat nyata yaitu kalau warga Palestina mau mobilisasi harus melewati pos pemeriksaan yang jumlahnya banyak,” kata dia.

Ia mengatakan setelah pengeboman oleh Israel rekonstruksi selalu dilakukan. Apa yang terjadi hari ini di Gaza adalah bagaimana komunitas internasional memberikan “obat sementara”, sementara konflik yang mengakar belum terselesaikan.

“Masalah yang dihadapi oleh warga Palestina adalah penjajahan dan Bangsa Indonesia harus membantu Palestina untuk meraih kemerdekaannya,” kata dia.

Baca Juga: Tepi Barat Memanas, Pasukan Israel Bunuh Empat Warga Palestina

Pendudukan Israel menyebabkan wilayah Israel semakin luas. Sementara warga Palestina semakin terpojok dengan pembangunan permukiman baru oleh negara Yahudi itu. Walaupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi berkali-kali, Israel tetap saja tidak mematuhi resolusi-resolusi tersebut.

Berbicara tentang sejarah pendudukan Israel, kata Dina, Deklarasi Balfour (1917) dan Resolusi PBB 181 (1947) memecah belah Negara Arab dan Negara Yahudi. Selain itu, ada Deklarasi Israel – Al Nakba.



Kemudian Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menanggapi dengan Resolusi 194 yang memberikan hak kembali kepada Palestina. Di bawah Kesepakatan Oslo, hanya 18 persen wilayah yang benar-benar berada di bawah kendali penuh Palestina, 22 persen di bawah bersama Israel-Palestina, dan 60 persen sepenuhnya dikendalikan Israel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya