SOLOPOS.COM - Menkumham Yasonna H. Laoly (JIBI/Solopos/Antara)

Konflik internal Partai Golkar sempat membuat pemerintah digoyang hak angket untuk Menkumham.

Solopos.com, JAKARTA — Peneliti senior Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan tidak relevannya penggunaan hak anggota DPR itu karena ada perkembangan baru berupa hasil rapat Panitia Kerja Pilkada Komisi II DPR.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Rapat itu, ujarnya, telah memutuskan bahwa putusan pengadilan terakhir sebelum pendaftaran calon menjadi pegangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menentukan kepengurusan parpol yang bisa mengikuti Pilkada 2015.

“Dengan adanya keputusan politik tersebut dan ditambah putusan sela PTUN plus sudah dipanggilnya Menkumham oleh Komisi III DPR, maka wacana hak angket sudah tidak dibutuhkan. Momentum dan timing-nya sudah lewat,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (25/4/2015).

Lucius Karus mengatakan ada tiga poin utama kesepakatan Panitia Kerja Pilkada Komisi II DPR terkait parpol yang terlibat konflik agar bisa ikut pilkada serentak yang tahapannya dimulai Juli 2015. Pertama, Komisi II DPR mendorong terjadinya rekonsiliasi pada parpol yang bermasalah, dalam hal ini Partai Golkar dan PPP.

Kedua, apabila rekonsiliasi tak tercapai, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang akan digunakan sebagai pedoman verifikasi. Sedangkan yang ketiga, jika belum ada putusan berkekuatan hukum tetap sampai masa pendaftaran calon pilkada habis, putusan pengadilan terakhirlah yang menjadi pedoman verifikasi parpol.

“Proses hukum sudah jelas memberikan solusi penyelesaian konflik Partai Golkar dan PPP. Artinya proses politik terkait hak angket di DPR dengan sendirinya tidak relevan lagi,” katanya.

Ketua Fraksi Partai Hanura DPR, Syarifuddin Sudding mengatakan karena sudah masuk ranah hukum yaitu putusan sela PTUN, maka hak angket yang akan digulirkan tidak akan relevan lagi.

“Tapi namanya hak anggota yang dijamin konstitusi, ya monggo saja. Tetapi kalau hak angket untuk menyelidiki sebuah kebijakan yang berdampak luas terhadap publik, maka muaranya akan ke ranah hukum juga,” katanya.

Menurutnya, bila muara hak angket ke ranah hukum, maka semakin tidak relevan lagi karena saat ini PTUN sedang menyidangkan kasus tersebut. Sejumlah pimpinan partai sebelumnya menyatakan dengan tegas menolak hak angket untuk Menkumham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya