SOLOPOS.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menerima laporan dan analisis Migrant Care tentang penemuan kerangkeng di rumah dinas Bupati Langkat, Sumatra Utara. (komnasham.go.id)

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI berharap hakim tidak lagi memvonis mati pelaku kejahatan. Alasannya karena di sejumlah negara hal tersebut telah dihapuskan secara bertahap.

“Hanya tinggal beberapa lagi, termasuk Indonesia yang mengadopsi hukuman mati,” kata Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik melalui pernyataan resminya seperti dikutip Solopos.com dari Antara, Selasa (5/4/2022).

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Hal tersebut disampaikan Ahmad Taufan merespons vonis hukuman mati terdakwa Herry Wirawan pemerkosa belasan santri yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung.

Baca Juga: Kasus Kerangkeng Manusia, Komnas HAM Tagih Komitmen Panglima TNI

Ia mengatakan jika Herry Wirawan atau kuasa hukumnya melakukan upaya hukum lanjutan, maka hakim di tingkat kasasi harus mempertimbangkan hukum mati yang mulai dihapuskan.

Ia mengatakan bagi Komnas HAM korban kejahatan adalah pihak yang paling utama untuk diperhatikan. Oleh karena itu, lembaga tersebut mendorong adanya restitusi dan rehabilitasi.

Jika diperhatikan dalam road map hukum pidana yang digunakan Indonesia, kata dia, di dalam RKUHP memang masih ada hukuman mati akan tetapi bukan suatu hukuman yang serta-merta.

Artinya, masih diberikan kesempatan kepada terpidana mati selama dalam satu periode tertentu untuk diasesmen atau dievaluasi.

Baca Juga: Abaikan Komnas HAM soal Laskar FPI, YLBHI Nilai Putusan Hakim Janggal

Jika terpidana mati berkelakuan baik maka bisa saja hukuman mati diturunkan kepada hukuman yang lebih ringan.

Ia mengatakan kasus pemerkosaan oleh Herry Wirawan bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia atau dalam ruang lingkup institusi pendidikan Islam atau agama lainnya.

Pemerintah melalui kementerian terkait juga telah mengeluarkan Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang berupaya mencegah kekerasan hingga praktik perundungan seksual di ranah pendidikan.

Baca Juga: Tembak Mati dr Sunardi, Densus 88 Bakal Penuhi Panggilan Komnas HAM

Akan tetapi, sambung dia, yang perlu diingat juga mengenai hak asasi manusia dan perlindungan bagi korban serta rehabilitasi yang harus dibenahi dalam sistem yang digunakan selama ini.

“Terutama dalam sistem pendidikan keagamaan yang sering kali menggunakan jargon keagamaan tapi ada praktik kejahatan terselubung,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya