SOLOPOS.COM - Gedung Komisi Yudisial di Jakarta Pusat. (ANTARA/Muhammad Zulfikar).

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) mengakui putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum KPU untuk menunda pemilu menimbulkan kontroversi.

Juru Bicara KY Miko Susanto Ginting mengatakan putusan pengadilan tidak bekerja di ruang hampa karena ada aspirasi yang hidup di masyarakat secara sosiologis.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Termasuk adanya aspek yuridis di mana kepatuhan terhadap UUD 1945 serta pertimbangan-pertimbangan lain seperti nilai-nilai demokrasi.

“Putusan tersebut pada prinsipnya menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat,” kata Miko Susanto Ginting di Jakarta, Jumat (3/3/2023), seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Menurut dia, KY akan melakukan pendalaman terhadap putusan tersebut terutama melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku hakim.

Salah satu bagian dari pendalaman bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintai klarifikasi.

Apabila ada dugaan yang kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan.

Namun perlu digarisbawahi, terkait dengan substansi putusan, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan tersebut ialah melalui upaya hukum.

Domain KY fokus pada aspek dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Terakhir, KY juga akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung terkait dengan putusan tersebut serta aspek perilaku hakim yang terkait.

Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Fathul Mu’in mengatakan penundaan pemilu hanya bisa dilakukan saat situasi negara dalam kondisi luar biasa.

“Penundaan pemilu hanya bisa dilakukan apabila situasi kondisi tak memungkinkan. Misalnya, karena bencana alam, atau hal lainnya,” kata Fathul Mu’in yang juga peneliti Lampung Democracy Studies, di Bandarlampung, Jumat.

Menurutnya, putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 sangat tidak masuk akal dan melampaui kewenangan sehingga putusannya tidak perlu dilaksanakan.

“Putusan hakim sangat aneh dan di luar kewajaran, karena tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu, serta putusannya pun tidak punya dasar sehingga tidak bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung itu menjelaskan, dalam skema penegakan hukum pemilu di Indonesia, penyelesaian sengketa masalah verifikasi partai politik tidak melalui pengadilan negeri, melainkan lewat Bawaslu atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim yang mengadili gugatan perdata No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst memutuskan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024.

Gugatan itu diajukan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) Prima Agus Priyono dan Sekretaris Jenderal Dewan DPP Prima Dominggus Oktavianus Tobu Kiik selaku pihak penggugat terhadap KPU yang diwakili oleh Ketua Umum KPU Hasyim Asyari sebagai tergugat.

Dalam putusannya, majelis hakim menyebut menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat serta menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Dengan memulai tahapan pemilu dari awal, otomatis pelaksanaan Pemilu 2024 harus mundur hingga Juli 2025.

Majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Alasan yang disampaikan hakim adalah karena adanya fakta-fakta hukum telah membuktikan telah terjadi kondisi error dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) karena faktor kualitas alat yang digunakan dan/atau faktor di luar alat itu sendiri saat penggugat mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol.

“Artinya tergugat menetapkan status penggugat tidak memenuhi syarat (TMS) tentunya keadaan sedemikan merupakan sebuah ketidakadilan. Oleh karena itu, tergugat selaku organ yang bertanggung jawab harus dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian materiel dan immateriel yang dialami penggugat,” ungkap hakim.

Apalagi, Putusan Bawaslu No. 002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 pada pokoknya memerintahkan KPU untuk memberi kesempatan kepada Partai Prima untuk memperbaiki dokumen persyarakat perbaikan parpol calon peserta pemilu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya