SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Espos)--Klaim yang sudah dicairkan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Solo tahun 2009 melonjak hingga angka Rp 63,9 miliar, atau 128% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 49,7 miliar.

Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi selama akhir tahun 2008 hingga 2009 dinilai memberikan pengaruh yang signifikan. Angka klaim ini pun lebih tinggi jika dibandingkan dengan klaim yang dicairkan tahun 2008 lalu, yakni hanya Rp 45,6 miliar.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Di tahun 2010 ini, PT Jamsostek Solo khawatir dengan diterapkannya perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA) akan memicu kembali tingginya angka PHK, seperti yang didengungkan selama ini oleh kalangan pengusaha. Karena, tentunya akan meningkatkan angka klaim yang harus dicairkan, terlebih meningkatkan jumlah tenaga kerja non aktif.

Pjs Bidang Pemasaran Jamsostek Solo, Albertus Wahyudi SB, menyampaikan tingginya angka klaim tersebut selama ini bisa ditutup dengan subsidi dari sejumlah kantor cabang Jamsostek di Soloraya. “Jika persoalannya demikian, maka tahun 2010 ini pun kami menargetkan agar tenaga kerja aktif yang masuk dalam kepesertaan kami meningkat,” tutur Albertus kepada Espos, Selasa (2/2).

Karena yang terjadi selama ini, lanjut Albertus, peserta menarik dana jaminan mereka begitu lepas dari hubungan kerja dan menjadi tenaga kerja non aktif. Padahal, jaminan ini bisa dialihkan ke perusahaan ia berpindah kerja atau jaminan untuk tenaga kerja diluar hubungan kerja (TKLHK) jika memang beralih usaha ke sektor non formal.

Jika melihat data kepesertaan di tahun 2009, Jamsostek mencatat jumlah tenaga kerja aktif di Solo hanya 118.000 orang dan tenaga kerja non aktif sebanyak 231.000 orang.

Sementara itu, terkait kepesertaan Jamsostek dari sektor informal TKLHK di Kota Solo masih sangat minim. Jamsostek Solo mencatat peserta dari sektor ini baru 3.200 orang.

Padahal, potensinya sangat besar. TKLHK, didefinisikan sebagai pekerja yang tidak memiliki atasan dan tidak mendapat gaji. Sebut saja, tukang becak, pedagang asongan atau pedagang kaki lima (PKL). Albertus menyampaikan kesadaran pekerja sektor informal di Solo masih sangat minim. “Hanya diminta menyisihkan uang Rp 10.400 per bulan untuk jaminan kerja saja sangat sulit. Terkadang, Jamsostek masuk untuk mencari kepesertaan dari sektor ini melalui program pinjaman kemitraan atau bina lingkungan.”

haw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya