SOLOPOS.COM - Penulis dan pengamat pendidikan, Darmaningtyas. (Instagram/@darmaningtyas)

Solopos.com, SOLO — Kisruh pembekuan Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan pembatalan pelantikan rektor oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menuai beberapa tanggapan.

Setelah dibekukan lewat Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 24/2023, MWA tidak tinggal diam. Wakil Ketua MWA UNS Solo, Hasan Fauzi, menjelaskan Peraturan Menteri (Permen) tersebut tidak bisa menggugurkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2020 yang menetapkan UNS sebagai perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH).

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Status sebagai PTNBH membuat UNS dapat melakukan pemilihan rektor secara otonom. Tugas memilih rektor diemban oleh MWA. Atas dasar tersebut, Hasan Fauzi mengatakan MWA tetap jalan terus dan pelantikan rektor akan tetap berlangsung Selasa (11/4/2023). “Ya, tetap melantik” kata dia ketika dihubungi Solopos.com, Rabu (5/4/2023).

Hasan juga menyatakan akan melayangkan somasi ke Kemendikbudristek. Rencananya somasi dilayangkan pekan ini. MWA juga akan mengambil langkah hukum lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sikap MWA yang memilih melawan Permendikbudristek Nomor 24/2023 menuai pro kontra baik dari kalangan akademisi maupun pemerhati dunia pendidikan.

Penulis buku sekaligus pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menyatakan mendukung langkah MWA melakukan langkah hukum. “Saya mendukung langkah-langkah MWA yang tetap akan melantik Rektor terpilih dan melakukan perlawanan hukum lewat PTUN,” ujar dia ketika dihubungi Solopos.com, Kamis (6/4/2023).

Menurutnya sebagai PTNBH, UNS memiliki otonomi. Sementara tugas menteri pendidikan menjamin otonomi itu terwujud. “Bukan hanya sebagai jargon,” kata dia.

Dia melanjutkan, selama ini Mendikbudristek, Nadiem Makarim, selalu mendorong banyak perguruan tinggi untuk berubah menjadi PTNBH agar otonom. Namun dia mempertanyakan langkah Kemendikbudristek terhadap MWA UNS.

“Ketika PTNBH melaksanakan otonomi kampus yang tidak sesuai selera menteri langsung diamputasi. Apakah betul proses Pilrek [Pemilihan Rektor] UNS cacat hukum atau tidak, biarlah pengadilan yang memutuskannya,” kata dia.

Menurutnya, Pilrek tersebut sudah melalui tahapan yang benar yang dimulai dari penjaringan calon oleh MWA. Di babak akhir, setelah mengerucut tiga calon, Mendikbudristek hadir diwakili oleh Irjen Kemdikbudristekdikti.

“Bahwa rektor terpilih Prof. Dr. Sajidan ternyata bukan orang yang didukung oleh Mendikbud adalah konsekuensi logis dari demokrasi,” lanjut dia.

Lantaran sudah sesuai prosedur, menurut Darmaningtyas pelantikan Rektor UNS oleh MWA sah karena UNS sejak tiga tahun lalu telah berubah menjadi PTNBH. Jika tiba-tiba Mendikbudristek membatalkan Pilkrek UNS, perlu dipertanyakan apa latar belakangnya.

Pendelegasian yang Salah

Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran UNS, Reviono, menekankan MWA agar patuh pada Permendikbudristek nomor 24/2023 itu. “Penolakan ini sebenarnya masuk ke dalam pembangkangan terhadap pemerintah, karena Permendikbudristek Nomor 24 Tahun 2023 jelas instruksi dari pemerintah. Tetapi, MWA merasa tidak melakukan pelanggaran dan tetap melanjutkan pelantikan rektor yang jelas-jelas di peraturan dianggap tidak legal,” kata Reviono dalam keterangan tertulis yang sudah dimintai konfirmasi Solopos.com, Rabu.

Proses keberatan dapat dilakukan melalui gugatan resmi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Permendikbudristek itu dikeluarkan, menurutnya, sebagai tindak lanjut audit Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek terhadap regulasi pemilihan rektor UNS. Investigasi yang menghadirkan semua calon rektor, panitia, dan WMA dilakukan selama 17 hari pada Januari 2023.

Salah satu pelanggaran yang ditemukan dari hasil audit itu adalah saat ketua MWA mendelegasikan pemilihan rektor UNS kepada wakil Ketua nya. “Padahal, ketentuan ini semestinya hanya dapat digunakan dengan alasan khusus yang menyebabkan ketua MWA tidak dapat melaksanakan tugas harian pada waktu tertentu,” lanjut dia.

Pendelegasian tersebut sangat berbahaya dan berpotensi memicu penyalahgunaan wewenang. “Jadi termasuk dalam peraturan pemilihan rektor sangat penting tata cara pemilihan. Itu sangat penting tapi yang tanda tangan wakil ketua MWA. Sudah salah di situ,” terang Reviono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya