SOLOPOS.COM - Triana Rahmawati (memegang microphone paling kanan) bersama sejumlah penerima beasiswa Happyness Family di Tawangmangu, Karanganyar belum lama ini. (Istimewa/Instagram Triana Rahmawati)

Solopos.com, SOLO — Berawal dari peduli kesehatan jiwa, Triana Rahmawati, 31, sukses meraih apresiasi kategori individu bidang kesehatan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (SIA) pada 2017 lalu.

Perempuan asli Palembang yang kini menetap di Solo itu membentuk wadah sukarelawan yang terdiri dari anak-anak muda yang peduli kepada isu kesehatan jiwa dan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Pembentukan wadah sukarelawan itu dilakukannya saat ia masih kuliah di jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Wadah sukarelawan itu telah dikonsep sejak 2012, namun baru efektif sekitar 2013. Ide sosial tersebut lantas diikutkan dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) bersama beberapa teman kuliahnya. 

Proposal PKM tersebut akhirnya mendapat pendanaan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Dari situlah lahir Griya Schizofren, wadah bagi relawan isu kesehatan jiwa. 

Griya Schizofren ini tidak hanya membatasi untuk peduli pada orang-orang dengan skizofrenia, tetapi juga masalah kesehatan jiwa pada umumnya dengan pendekatan sosial dan cara-cara anak muda seperti berteman, bercerita, menggambar, bernyanyi dan mendongeng dibantu oleh Komunitas Dongeng Doing Project.

Griya Schizofren itulah yang membuat Tria meraih apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (SIA) 2017.

“Saya menjadi calon penerima SIA saat saya tengah jenuh berkegiatan sosial,” ungkapnya, kepada Solopos.com, Senin (18/9/2023).

Bergerak dari Griya Schizofren, Tria lantas menginisiasi Happiness Family yang merupakan program beasiswa asrama mahasiswa dengan tekad memberikan kontribusi terbaik kepada masyarakat. 

“Saya ingin meregenerasi lebih banyak anak muda yang mampu menyebarkan kebaikan, sehingga apa yang saya terima bisa dilipatgandakan kebermanfaatanya oleh anak muda yang lain,” kata dia, 

Program beasiswa itu tak lepas dari latar belakangnya yang lahir dan tumbuh di pedalaman Palembang. Menurutnya, sekolah tempatnya belajar kala itu mirip setting film Laskar Pelangi. 

Akses informasi terbatas dan minimnya pilihan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi membuat orangtua Tria mengirimnya ke Bekasi, Jawa Barat guna mengenyam bangku SMA hingga lulus yang kemudian lanjut kuliah di UNS.

Kala itu, sambung Tria, banyak orang membantunya dalam menyelesaikan studi, di antaranya membayar uang kuliah. Bantuan demi bantuan tersebut yang membuatnya bertekad pay it forward.

Setelah Griya Schizofren, ia kian bertekad membantu lebih banyak orang dengan menginisiasi lahirnya beasiswa Happiness Family.

Beasiswa ini kali pertama diberikan pada 2016 kepada lebih dari 50 mahasiswa dengan tujuan utama untuk mencetak generasi muda yang berkualitas lokal dan global, dengan mengedepankan peningkatan life skills dan social entrepreneur sesuai dengan perkembangan zaman.

Manfaat yang diperoleh mahasiswa penerima beasiswa ini diantaranya asrama tempat tinggal, support kegiatan exchange tingkat nasional maupun internasional, mentoring bidang kepemudaan dan kepemimpinan, working space, ruang literasi, dapur umum, ruang inspirasi, beasiswa les bahasa Inggris, dan sertifikat. 

Selain itu, alumni Happiness Family diharapkan mampu membuka lapangan pekerjaan, membuka potensi ditengah masyarakat, mampu menghadapi intervensi lingkungan, membangun lingkungan baik, serta mewujudkan generasi emas di 2045.

Tria menyebut beasiswa tersebut telah memberi manfaat kepada 50-an lebih anak muda. Di mana setiap penerima manfaat diwajibkan untuk mendirikan gerakan sosial. Sehingga dampak kebaikannya semakin meluas. 

“Target kami 5 tahun mendatang kebermanfaatan ini naik 5x lipat dari yang sudah berjalan sekarang. Baik jumlah penerima hingga apa yang diterima oleh hapfams,” ucapnya.

Happiness Family sendiri, sambungnya, sudah menjalankan platform bisnis berupa youth project (bisnis kado) dan givo (bisnis packaging dan souvenir) yang dikembangkan oleh mahasiswa asrama sebagai implementasi dari peningkatan life skills dan social entrepreneur mereka. 

Tria menyebut ada 3 program dalam Beasiswa Happiness Family, yakni program pembentukan karakter menjadi pribadi yang lebih produktif dan adaptif dalam mencapai tujuan. Program ini disusun dan dikembangkan sesuai dengan kurikulum happiness family.

Kemudian, skill management, berupa program pembekalan digital skill untuk menunjang kapasitas penerima manfaat. 

Program ini meliputi pelatihan, implementasi, dan sertifikasi skill di bidang digital marketing dan project management.

Lalu, ketiga, social entrepreneurship berupa program kemandirian dengan pendekatan kewirausahaan sosial sebagai bagian dalam kontribusi untuk pemecahan masalah di masyarakat. Program ini meliputi pelatihan skill kewirausahaan sosial dan praktek berwirausaha.



“Harapannya mahasiswa yang mendapatkan Beasiswa Happiness Family bisa menjadi individu yang lebih bermanfaat, tak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga lingkungan sekitar, dan masyarakat luas, dengan menciptakan program baru, atau getok tular ilmu yang didapatnya,” tandas Tria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya