SOLOPOS.COM - Melalui kolaborasi banyak pihak, terbangunlah 16 sumur bor bagi 1.674 rumah tangga di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA-Kisah kolaborasi pembangunan sumur bor di Pulau Timor berawal dari kenyataan adanya krisis air bersih di Desa Noelbaki, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Desa Noelbaki adalah satu di antara sekian desa di sana, yang kering-kerontang. Jangankan di musim kemarau, di musim hujan saja air susah didapat.

Tak heran jika masyarakat, termasuk ratusan pengungsi eks Timor Timur harus antre, bahkan berebut air setiap hari, dari satu sumber. Hal itu pula yang mengetuk hati Bapak Air, Letjen TNI Maruli Simanjuntak untuk menghadirkan air bersih di sana.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Alhasil, melalui kolaborasi dengan banyak pihak, kolaborasi membangun 16 sumur bor bagi 1.674 rumah tangga atau 10.522 jiwa warga eks Timor Timur di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, bisa terwujud. Titik-titik itu menggenapi sejumlah titik lain yang pernah dibangun oleh Maruli saat ia menjabat Pangdam IX/Udayana (2020–2022).

Bedanya, kali ini ia tidak melakukannya sendiri. Selepas Pangdam IX/Udayana, Maruli promosi bintang tiga menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Perhatiannya pada program air bersih tetap dilanjutkan. Termasuk melanjutkan program yang ia canangkan saat masih menjabat Pangdam Udayana.

Baca Juga: Panglima TNI Tunjuk Maruli Simanjuntak Jadi Pangkostrad

Menurut Maruli, ke-16 sumur bor di Pulau Timor yang baru saja diresmikan, merupakan kolaborasi ide bersama Letjen TNI Doni Monardo dan Arsjad Rasjid dari Energy Group pada 2021. Saat itu, tentu saja Maruli masih menjabat Pangdam IX/Udayana dan Doni Monardo masih menjabat Kepala BNPB. Pengerjaannya dilakukan oleh prajurit Kodam IX/Udayana mulai Desember 2021.

Mengutip siaran pers yang diterima Solopos.com pada Selasa (12/7/2022), sebanyak 16 sumur bor itu tersebar di lima kabupaten di Pulau Timor, yaitu Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, dan Kabupaten Belu. Banyak warga eks Timor Timur menetap di daerah itu setelah memilih bergabung dengan Indonesia pasca-penentuan pendapat tahun 1999. Selama tinggal di tempat yang baru, mereka kesulitan mendapatkan air bersih.

Baca Juga: Kunjungi Brigif 6 di Palur, Pangkostrad Ingatkan Tekad Awal Prajurit

Di Kabupaten Kupang, misalnya, pemerintah membangun perumahan bagi warga eks Timor Timur, tetapi tidak dilengkapi fasilitas air bersih. Mereka juga kesulitan membangun sumur bor dengan harga paling rendah Rp30 juta. Kondisi itu memaksa mereka meninggalkan tempat tersebut. Bahkan, ada sebagian yang memilih pulang kampung ke negara Timor Leste.

Di tempat terpisah, Doni Monardo lewat sambungan telepon mengatakan, krisis air bersih yang dialami warga eks Timor Timur dan masyarakat NTT menarik keprihatinannya. Daerah itu selalu mengalami krisis air bersih setiap tahun. Selain sumber air yang minim, musim hujan juga berlangsung singkat, yakni Desember hingga Maret.

”Dulu waktu masih taruna tahun 1985, saya bertugas di Pulau Timor sehingga tahu kondisi itu. Agustus 2021, saya mendapat informasi dari media yang menyoroti nasib warga eks-Timor Timur, termasuk masalah air bersih. Bersama Pak Arsjad Rasjid, kami mulai melakukan hal ini,” tutur prajurit baret merah itu.

Baca Juga: Doni Monardo Tegaskan Cegah Kerumunan Modal Cegah Covid-19

Menurut Doni, persoalan air bersih menjadi pangkal berbagai masalah kesehatan di NTT, seperti tengkes atau stunting. Tengkes adalah anak dengan pertumbuhan tidak normal, baik berat maupun tinggi. Selain persoalan gizi, sanitasi masyarakat juga menjadi faktor penentu kesehatan anak. Sanitasi yang baik harus didukung dengan ketersediaan air bersih yang mencukupi.

Menurut Studi Status Gizi Indonesia 2021, NTT menjadi daerah dengan prevalensi tengkes tertinggi nasional. Dari 22 kabupaten/kota, 15 daerah berada di zona merah (prevalensi di atas 30 persen) dan 7 daerah lainnya di zona kuning (20-30 persen). Tidak ada satu pun kabupaten/kota di NTT masuk zona hijau (10-20 persen), apalagi zona biru (di bawah 10 persen).

Baca Juga: Sertifikat Pengukir Senyuman Indah Warga Suku Bajo

Daerah dengan prevalensi tengkes tertinggi adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, yakni 48,3 persen. Artinya, 48 dari 100 anak balita di daerah itu mengalami tengkes. Daerah itu menduduki posisi nomor satu tertinggi dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi yang menjadi prioritas penanganan secara nasional. Angka itu lebih dari dua kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menoleransi pada kisaran 20 persen.

Tokoh muda asal Timor Timur,  Arthur Ximenes, 45, mengapresiasi bantuan sumur bor yang diberikan kepada warga eks-Timor Timur. Hal itu menunjukkan perhatian bagi mereka tidak surut. ”Memang di sana-sini masih ada kekurangan, tetapi kalau harap semua dari pemerintah pasti sulit karena banyak yang diurus,” kata Arthur yang sudah dua periode menjabat Kepala Desa Manusak di Kabupaten Kupang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya