SOLOPOS.COM - Mbah Soleh Darat (kiri) dan R.A. Kartini (kanan). (Istimewa)

Kisah inspiratif datang dari cerita Kartini yang dipertemukan dengan Kiai Sholeh Darat.

Solopos.com, SOLO – Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini adalah pahlawan emansipasi wanita Indonesia. Lahir di Jepara, 21 April 1879, Kartini muda aktif menulis surat kepada teman-temannya di Belanda. Kumpulan surat Kartini inilah yang lantas dibukukan menjadi buku inspiratif berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Namun, ada yang terlewat dari kisah Kartini. Salah satunya adalah cerita pertemuannya dengan ulama besar, Kiai Sholeh dari Darat, Semarang. Ulama besar ini dikenal dengan sebutan Kiai Sholeh Darat atau Mbah Sholeh Darat.

Cucu Kiai Sholeh Darat, Fadihila Sholeh, menceritakan kisah pertemuan Kartini dan kakeknya. Penuturan kisah ini ditulis ulang oleh sejumlah blogger dan akun media sosial.

Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya. Ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Sholeh Darat. Saat itu Sang Kiai sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. RA Kartini menjadi tertarik dengan Mbah Sholeh Darat.

Setelah mendengar pengajian Kiai Sholeh dengan seksama, Kartini meminta pamannya untuk dipertemukan. Dalam pertemuan itu, Kartini menanyakan sesuatu yang cukup mengejutkan.

Fadilah menuturkan Kartini membuka dengan kalimat “Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?”

Kiai Sholeh penasaran dengan pertanyaan ini. Dia lantas menanyakan balik apa alasan Kartini bertanya demikian.

Kartini mengaku tersentuh dengan penjelasan tentang Al-Fatihah. Kartini mengaku baru kali ini mendengar makna yang terkandung dalam Al-Fatihah.

“Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan menafsirkan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” lanjut Kartini.

Diceritakan setelah mendengar pernyataan Kartini itu, Kiai Sholeh hanya mengucapkan “Subhanallah.” Kartini membuka jalan agar Al-Fatihah dan ayat-ayat suci lain diterjemahkan agar masyarakat Jawa dapat mengerti makna di dalamnya.

Bukan hanya kisah ini, ada satu cerita lain yang cukup populer di kalangan blogger. Diceritakan atas perintah kakeknya KH Ngudirono yang merupakan ulama besar Teluk Awur di Mayong, Jepara tempat kelahiran Kartini, ayah ibu Kartini, Ngasirah memerintahkan Kartini yang saat itu berusia remaja untuk belajar mengaji ke Demak, di Pondok Pesantren (Ponpes) yang diasuh oleh Kiai Sholeh Darat.

Saat menjadi santri, Kartini sering memprotes ajaran sang guru. Selain memprotes soal terjemahan Alquran, Kartini juga menyinggung soal poligami. Kartini sempat menolak poligami hingga berencana keluar dari pesantren. Tapi, dia batal berhenti menjadi santri seusai mendengar penjelasan Kiai Sholeh Darat.

Kiai Sholeh Darat adalah ulama kondang penyiar agama Islam di sekitar kota Walisongo yaitu sekitar kerajaan Demak. Konon, Kiai Sholeh diyakini oleh warga Kota Semarang dan sekitarnya mempunyai dua makam.

Satu makam berada di sekitar wilayah Pelabuhan Tanjung Mas Kota Semarang. Kemudian versi lainnya kiai Sholeh Darat dimakamkan di Tempat pemakaman Umum Bergota Jl. Veteran, Kota Semarang. Kedua tempat makam itu kini banyak dikunjungi dan diziarahi oleh kaum muslimin, baik dari Pulau Jawa maupun dari luar Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya