SOLOPOS.COM - Penyandang tunanetra, Srihanto “Banjir” Joko Subeno, 48, memijat sahabatnya Mulyadi, 67, di rumahnya di Kampung Surobawan, Kartopuran, Jayengan, Solo, beberapa waktu lalu. (Aeranie Nur Hafnie/JIBI/Koran O)

Solopos.com, SOLO – Kehilangan penglihatan di usia produktif menjadi pukulan berat yang ditanggung Srihanto Joko Subeno, warga Kampung Surobawan, Kartopuran, Jayengan, Solo.

Dalam kurun dua tahun pada medio 1991 hingga 1993, laki-laki kelahiran 17 Maret 1966 itu mengalami low vision yang disebabkan virus. Perlahan-lahan, ia kehilangan daya penglihatan hingga akhirnya buta total pada Agustus 1993.

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

Kondisi kedua matanya yang tak lagi bisa melihat praktis mengubah hidup Banjir, panggilan akrabnya. Pada awalnya Banjir terguncang secara psikologis.

Namun berkat dukungan keluarga, teman-teman dan orang-orang di sekitarnya, Banjir bisa mengatasi guncangan psikologis itu.

“Alhamdulillah saya bersyukur tidak sampai depresi menghadapi perubahan itu,” ujar Banjir ketika dijumpai Koran O (Jaringan Informasi Bisnis Indonesia/JIBI) di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Namun perubahan temperamental sempat dialami Banjir pada periode awal setelah kedua matanya tidak bisa melihat. “Pada masa transisi kan biasa membutuhkan adaptasi,” kenang bapak dua anak itu.

Ujian kehidupan ini tak lantas membuat Banjir putus asa. “Saya punya prinsip hidup terus berjalan, saya harus hidup. Saya harus bisa menjalani hidup dengan baik, menjalani kehidupan normal, menikah dan mempunyai anak,” ujarnya.

Dunia yang berubah menjadi gelap dalam penglihatannya lalu menuntun Banjir ke pekerjaan yang digelutinya sampai sekarang, yakni tukang pijat panggilan. Pada 1995 Banjir berinisitif belajar memijat di panti rehabilitasi bagi penyandang tunanetra di Jongke.

Banyak Pelanggan

Selama dua tahun Banjir belajar memijat. Kini dia menjadi pemijat andal dan memiliki banyak pelanggan yang menggunakan jasa memijatnya. Dalam sehari dia bisa lima kali memijat dengan durasi dua jam sekali memijat.

Keberadaan sebuah hotel di dekat rumahnya membawa rezeki bagi Banjir karena sebagian besar pelanggannya adalah para tamu di hotel tersebut. “Pelanggan dari luar juga banyak seperti dari Jaten, Kartasura, dan Solo Baru,” kata Banjir.

Banjir biasanya dijemput pelanggannya. Jika pelanggannya tidak bisa menjemput, dia diantar becak langganannya yang dikemudikan Mulyadi, 67, untuk memenuhi panggilan ke rumah para pelanggannya.

Mulyadi yang juga sahabat Banjir mengaku kagum melihat perjuangan sang sahabat. “Dia seorang pekerja keras dan sangat gemati [perhatian] dengan anak-anaknya. Dia juga baik dengan semua teman-teman,” kata Mulyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya