SOLOPOS.COM - Arif Indriyanto bersama anak didiknya (Foto Dokumen)

Harianjogja.com, BANTUL- Arif Indriyanto merupakan salah satu guru tidak tetap (GTT) yang sudah mengabdi sejak 2009. Hasil yang dia terima sebenarnya tidak sebanding dengan dedikasi menebar ilmu kepada para siswa. Tapi, panggilan hati demi tekad pengabdian membuat Arif terus bertahan sampai sekarang.

Penghasilan yang Arif terima sebagai guru GTT paling tinggi hanyalah Rp380.000. Angka itu tergolong paling tinggi karena beberapa waktu sebelumnya penghasilan yang dia terima di bawah angka itu.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Pada 2013 lalu, penghasilannya sebagai pengajar hanya sampai pada level Rp290.000. Kenaikan gaji meski cuma egelintir besarannya merupakan hal wajib disyukuri baginya.
Guru asal Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon ini tetap percaya segala rezeki sudah diatur Yang Maha Kuasa.

“Apa yang harus saya jalani untuk mendapatkan rezeki halal selalu saya lakukan. Mengeluh tidak ada gunanya, apalagi menyesal. Itu hanya membuat terpuruk,” ujarnya ditemui Harianjogja.com, belum lama ini.

Padahal, hasil jerih payahnya jauh dari angka nominal upah minimum kabupaten (UMK) yang diperuntukkan bagi pekerja pabrik. UMK di DIY saja kini mencapai lebih dari Rp1,1 juta.

Alumnus Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini sudah pindah-pindah sekolah selama lima tahun pengabdiannya menjadi GTT.

Pertama, dia mengajar di SMK Penerbangan Angkasa Ardhya Garini Adisutjipto. Cukup lama dia di situ sebelum akhirnya pindah ke SMK Muhammadyah 4 Jogja. Pada 2011 lalu, pria kelahiran 9 Maret 1983 ini mengajar di dua tempat.
Pertama di SMK Muhammadyah 4 Jogja dan kedua di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) yang berada di Dusun Piring, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong.

Namun, pada pertengahan 2014 ini, Arif memutus masa pengabdiannya di SMK Muhammadyah 4 Jogja. Dia ingin lebih berkonsentrasi bersama kaum penyandang difabel di BRTPD Jogja.

Ada kepuasan tersendiri baginya ketika membagi ilmu dengan sejumlah anak-anak yang punya keterbatasan fisik. Melihat senyum ceria para siswanya, membuat Arif lupa besaran honor yang dia terima kecil.

Setiap hari Arif harus menempuh jarak sembilan kilometer untuk sampai ke tempat bekerja. Pulang pergi jarak yang dia tempuh berarti 18 kilometer. Cukup menguras bahan bakar sepeda motornya di tengah harga bensin yang naik.

Sebenarnya Arif sudah masuk dalam daftar antrean GTT yang akan diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil. Namun, dia tidak terlalu berharap apalagi berpangku tangan. “Kembali kepada rezeki Tuhan. Saya niat tulus mengabdi,” ucapnya.

Untuk menopang kebutuhan, Arif mencari lahan dari celah lain. Apapun dia kerjakan. Apalagi dia mengetahui betul tentang pengetahuan dalam fisioterapi. Dia bahkan menjadi langganan pijat sejumlah klub-klub lokal di DIY ketika ada pemain yang mengalami cedera saat bermain sepak bola.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya