SOLOPOS.COM - Sebuah baliho besar yang berisi tentang kesiapan pengacara Farhat Abbas yang siap menyalonkan diri menjadi Presiden Indonesia 2014 terpasang di Depan Polsek Ciputat,Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (13/1/2013). Meski belum ada partai yang mengusung dirinya Farhat merasa percaya diri untuk maju di pemilihan Presiden 2014. (JIBI/SOLOPOS/Antara/Muhammad Iqbal)

Sebuah baliho besar yang berisi tentang kesiapan pengacara Farhat Abbas yang siap menyalonkan diri menjadi Presiden Indonesia 2014 terpasang di Depan Polsek Ciputat,Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (13/1/2013). Meski belum ada partai yang mengusung dirinya Farhat merasa percaya diri untuk maju di pemilihan Presiden 2014. (JIBI/SOLOPOS/Antara/Muhammad Iqbal)

JAKARTA—Kasus kicauan Twitter pengacara Farhat Abba yang dinilai menghina Wakil Bupati DKI Jakarta, Basuki T Purnama (Ahok) dan berbau rasis berujung pada pelaporan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Jusuf Hamka, tokoh masyarakat Tionghoa, belum akan mencabut laporannya terkait kicauan Farhat Abbas. Jusuf, yang juga anak angkat Buya Hamka, menilai walau Farhat sudah meminta maaf, kasus hukum biarlah tetap diproses.

“Sementara ini, saya belum mencabut laporan yang telah saya buat ke Polda Metro Jaya, Jumat pekan lalu itu. Biarlah hukum berjalan dulu. Jika pun ada pernyataan maaf dari Farhat Abbas, belum mempengaruhi saya,” kata Jusuf, di Jakarta, Selasa (16/1/2013).

Jusuf melaporkan Farhat dengan delik penghinaan dan SARA sesuai UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE). Jusuf mengadukan Farhat atas kicauan Farhat melalui akun @farhatabbaslaw. Akun itu menulis, “Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke org Umum katanya! Dasar Ahok plat Aja diributin! Apapun platnya tetap C***!”

Jusuf menilai, kicauan Farhat itu mengandung hinaan ras dan sinisme yang tidak bisa dibiarkan. Sebab, menurut Jusuf, kata ‘Cina’ itu bersifat sterotype dan kecurigaan etnis, dan menyerempet unsur penghinaan yang berbau suku-agama-ras dan antar-golongan (SARA).

Sifat rasialis dan sinis seperti itu, katanya lagi, semestinya sudah musnah di bumi pertiwi ini. Sebab, apapun alasannya, warga Tionghoa adalah juga bagian dari suku bangsa Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari suku bangsa lainnya. Apalagi, sebutan ‘Cina’ bagi warga Tionghoa, sudah lama ditinggalkan.

Setelah masa reformasi tahun 1998 silam, Jusuf Hamka mempelopori penggunaan sebutan Tionghoa kembali, dengan menemui Menteri Penerangan RI kala itu, Yunus Yosfiah. Saat itu, Menpen Yunus Yosfiah di era Kabinet Presiden BJ Habibie, kemudian membuat pernyataan kepada media massa mengenai digunakannya kembali penyebutan tionghoa.

Jusuf Hamka menambahkan, jika Farhat Abbas mempertanyakan keadilan bagi dirinya setelah dilaporkan ke polisi atas penghinaan itu, maka biarlah keadilan itu menjadi wilayah hukum.

“Adil tidak adil karena dia dilaporkan ke polisi, biarlah menjadi ranah pengadilan. Pengaduan saya ini, demi pembelajaran bagi masyarakat dan kita semua, bahwa sikap rasialis di negeri ini tidak boleh. Jangan ada lagi sinisme atas nama ras dan suku. Ini republik dengan azas bhinneka tunggal ika, tak ada yang boleh saling menghina antara satu suku kepada suku lainnya,” urai Jusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya