SOLOPOS.COM - Ilustrasi pertambangan batu bara (Antara)

Solopos.com, JOGJA — Warga Nadhlatul Ulama (NU) alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menolak tambang untuk organisasi masyarakat (ormas). Hal ini sebagai respon atas kebijakan pemerintah yang memberikan konsesi tambang kepada ormas termasuk yang telah mengajukan NU.

Koordinator warga NU Alumni UGM, Heru Prasetia, menjelaskan batubara adalah sumber energi kotor yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim, menyebabkan banyak bencana di Indonesia.

Promosi Peduli Lingkungan Hidup, Program BRI Menanam-Grow & Green Pulihkan Ekosistem

“Ekstraksi batubara di Indonesia, yang pada dasarnya hanya menyumbang sekitar 3% dari cadangan dunia, adalah kejahatan. Ekstraksi ini memperburuk kualitas sosial dan ekologi melalui perampasan tanah, penggusuran, deforestasi, polusi, dan lubang pasca tambang yang ditinggalkan,” ujarnya melalui pernyataan sikap yang telah ditandatangani oleh 68 warga NU alumni UGM, Minggu (9/6/2024) malam.

Perubahan sosial dan ekologi di sekitar situs ekstraksi batubara yang melibatkan pemerintah, elit politik dan ekonomi, masyarakat (adat, setempat, penduduk lokal), penghancuran kantong resapan air, serta peningkatan risiko banjir dan tanah longsor, semakin memperparah situasi.

Deforestasi mengurangi sumber oksigen dan menambah emisi karbon, memperburuk pemanasan global.

“Emisi dari batubara juga berbahaya bagi kesehatan pernapasan. Lubang-lubang pasca tambang yang tidak direklamasi telah merenggut banyak korban di Kalimantan, Sumatera, Bangka, dan daerah lainnya,” katanya.

Ekstraksi batubara di Indonesia berkelindan dengan korupsi. Dalam dua puluh tahun terakhir, banyak pejabat publik terjerat kasus korupsi terkait tambang batubara.

Studi As’ad dan Aspinall (2015) menemukan bahwa bos tambang batubara mendanai kandidat pemilu lokal di Kalimantan Selatan, memperoleh pengaruh istimewa dalam pemerintahan, terutama dalam membuat keputusan soal izin dan alokasi konsesi tambang.

Inisiatif untuk memperbaiki ekstraksi alam sering gagal, secara teknik-manajerial karena suap oleh para penambang kepada pejabat pemerintah mempersulit penegakan peraturan.

Secara lebih substantif, karena dalam ekstraksi alam seperti batubara menubuh membentuk dan dibentuk oleh kapitalisme yang konsisten berjalan pada roda eksploitasi buruh dan penjarahan alam.

“Kebijakan pemerintah melibatkan organisasi keagamaan dalam ekstraksi batubara adalah jalan menggeser ormas ke kelompok kapitalis, menempatkannya di sisi yang mengeksploitasi manusia lain dan menjarah alam,” ungkapnya.

Keputusan NU terkait Tambang dan Energi

NU telah mengeluarkan beberapa keputusan terkait tambang dan energi. Muktamar NU ke-33 di Jombang pada 2015 menyerukan moratorium semua izin tambang. Bahtsul Masail yang diselenggarakan LAKPESDAM-PBNU dan LBM-PBNU pada 2017 menghasilkan dorongan bagi pemerintah untuk memprioritaskan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan energi fosil untuk mencegah kerusakan lingkungan.

Muktamar NU ke-34 di Lampung pada 2021 merekomendasikan bahwa pemerintah perlu menghentikan pembangunan PLTU batubara baru mulai 2022 dan penghentian produksi mulai 2022 serta early retirement/phase-out PLTU batubara pada 2040 untuk mempercepat transisi ke energi yang berkeadilan, demokratis, bersih, dan murah.

“Putusan, seruan, dan rekomendasi NU ini seharusnya menjadi pedoman bagi pengurus PBNU sekarang dan ke depan dalam menjalankan roda organisasi,” kata dia

PBNU perlu menyadari dengan penuh empati bahwa dampak kerusakan akibat tambang paling banyak dirasakan oleh petani, peladang, dan nelayan yang kebanyakan adalah warga nahdliyin – kelompok yang seharusnya menjadi sisi bagi pengurus NU untuk berpihak.

“Dalih bahwa menerima konsesi tambang PBNU adalah kebutuhan finansial untuk menghidupi roda organisasi harus dibuang jauh-jauh karena itu justru menunjukkan ketidakmampuan pengurus dalam mengelola potensi NU,” ungkapnya.

Sikap Warga NU Alumni UGM

Dengan mempertimbangkan masalah-masalah ini, maka warga NU alumni UGM menyatakan sikap, pertama, menolak kebijakan pemerintah memberikan izin kepada organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan seperti ekstraksi batubara karena akan merusak organisasi keagamaan yang seharusnya menjaga marwah sebagai institusi yang bermoral.

Kedua, meminta pemerintah untuk membatalkan pemberian izin tambang pada ormas keagamaan karena berpotensi hanya akan menguntungkan segelintir elit ormas, menghilangkan tradisi kritis ormas, dan pada akhirnya melemahkan organisasi keagamaan sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil yang bisa mengontrol dan mengawasi pemerintah, atas ongkos yang sebagian besar akan ditanggung oleh nahdliyin.

Ketiga, mendesak PBNU untuk menolak kebijakan pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan dan membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diajukan karena akan menjerumuskan NU pada kubangan dosa sosial dan ekologis.

Keempat, mendesak PBNU agar kembali berkhidmah untuk umat dengan tidak menerima konsesi tambang yang akan membuat NU terkooptasi menjadi bagian dari alat pemerintah untuk mengontrol masyarakat, serta terus mendorong penggunaan energi terbarukan.

Kelima, meminta PBNU untuk menata organisasi secara lebih baik dan profesional dengan mendayagunakan potensi yang ada demi kemandirian ekonomi tanpa harus masuk dalam bisnis kotor tambang yang akan menjadi warisan kesesatan historis.

Keenam, mendesak pemerintah untuk konsisten dengan agenda transisi energi Net Zero Energy 2060 yang di antaranya dengan meninggalkan batubara, baik sebagai komoditas ekspor maupun sumber energi primer, serta menciptakan enabling environment bagi tumbuhnya energi terbarukan melalui regulasi.



Ketujuh, mendesak pemerintah untuk mengawal kebijakan, mengawasi, dan melakukan penegakan hukum lingkungan atas terjadinya kehancuran tatanan sosial dan ekologi seperti perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, eksploitasi, korupsi, dan polusi, akibat aktivitas pertambangan batubara.

Kedelapan, menyerukan seluruh elemen masyarakat untuk berkonsolidasi dan terus berupaya membatalkan peraturan yang rawan menyebabkan kebangkrutan sosial dan ekologi.

 

Berita ini telah ditayangkan di Harianjogja.com dengan judul “Sebabkan Kerusakan Lingkungan, Warga NU Alumni UGM Tolak Tambang untuk Ormas”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya