News
Jumat, 16 Juni 2023 - 03:28 WIB

Ketum PBNU: Jangan Ribut, Kita Bukan Bertarung Hidup Mati di Pilpres

Newswire  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat membuka kegiatan Sosialisasi ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) 2023 di Surabaya, Kamis (15/6/2023). (ANTARA/Willi Irawan)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf meminta masyarakat Indonesia mengedepankan peradaban dalam kompetisi Pilpres 2024 yang mulai menghangat.

Menurut Gus Yahya, sikap PBNU di tahun politik ini kembali pada warisan peradaban yang harmoni dan penuh toleransi.

Advertisement

Ia mengingatkan kegaduhan dan keributan terkait Pilpres tak perlu terjadi.

“Jangan ribut, ini cuma prosedur saja kok. Kita bukan mau bertarung hidup mati soal presiden kok,” ujar Gus Yahya seusai membuka kegiatan Sosialisasi ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) 2023 di Surabaya, Kamis (15/6/2023).

Advertisement

“Jangan ribut, ini cuma prosedur saja kok. Kita bukan mau bertarung hidup mati soal presiden kok,” ujar Gus Yahya seusai membuka kegiatan Sosialisasi ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) 2023 di Surabaya, Kamis (15/6/2023).

Kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu urun rembuk soal kriteria sosok yang layak menjadi Presiden Indonesia selanjutnya setelah Joko Widodo.

Menurut Gus Yahya, Presiden harus punya kecerdasan, kebijaksanaan, takut kepada Tuhan dan penuh kasih kepada rakyatnya.

Advertisement

Dalam agenda IIDC 2023 itu, ia mengatakan saat ini PBNU ingin membangkitkan ingatan kolektif terhadap warisan peradaban yang pernah dimiliki oleh masyarakat di kawasan Indo-Pasifik yang dulu berhasil dikonsolidasikan pada masa Ashoka.

“Maka, kami menawarkan apa yang kami sebut pendekatan Ashoka, atau Ashoka approach. Itu pendekatan untuk melakukan kampanye dan konsolidasi nilai-nilai peradaban mencakup kawasan yang luas di kawasan Indo-Pasifik ini, yang isi subtansinya dari nilai-nilai peradaban itu, adalah toleransi dan harmoni,” tuturnya.

Karena menurutnya, sesudah masa itu, ada banyak disrupsi dan pengaruh-pengaruh baru yang sebagian memicu disharmoni.

Advertisement

Oleh karena itu, ia mengajak untuk menghidupkan kembali watak, semangat toleransi dan harmoni dari masyarakat kawasan Indo-Pasifik yang dulu pernah dimiliki.

“Mari kita bangkitkan kembali, supaya ini menjadi basis konsolidasi di kultural untuk kemudian kita tawarkan kepada pelaku-pelaku politik, aktor-aktor politik, untuk dijadikan political brand, sebagai konsolidasi politik, menuju lahirnya peradaban baru,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif