SOLOPOS.COM - Susi Pujiastuti (JIBI/Solopos/Antara)

Kesejahteraan nelayan ingin ditingkatkan oleh pemerintah.

Solopos.com, SOLO – Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, tampaknya masih memiliki banyak keinginan yang diwujudkannya saat memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini. Setelah melakukan pemberantasan illegal fishing (pencurian ikan) yang masih terus berlangsung, Susi bersama institusinya sedang berjuang untuk meningkatkan nilai tukar nelayan (NTN) yang merupakan  indikator kesejahteraan bagi nelayan.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

“Kami ingin nilai tukar nelayan mengalami kenaikan dari 104 menjadi 106. Ada beberapa daerah turun lagi 105. Tapi ini karena musim saja, kuartal-kuartal begitu,”  ujar Susi, di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (3/11/2015).

Walaupun demikian, Menteri Susi mengaku senang pihaknya sudah dapat membantu kecukupan ikan untuk penduduk Indonesia. Karena, tambah Susi, protein sangat penting untuk pertumbuhan otak anak-anak di Indonesia. Ekspor tumbuh bagus tapi yang terpenting pemenuhan kebutuhan protein, terutama pada saat daging mahal. Harga ikan semahal-mahalnya masih lebih murah daripada daging.

Diberitakan laman Kkp.go.id, Kamis (5/11/2015), disinyalir hal ini terjadi karena komitmen penegakan illegal fishing sehingga pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan mencapai angka sebesar 8,9%. Sebelum pemberantasan pencurian ikan di laut Indonesia dilakukan, pertumbuhan sektor perikanan hanya sebesar 6 persen.

Seperti diketahui, nilai tukar nelayan merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan (IT) dan indeks harga yang dibayar nelayan (IB). Indeks harga yang diterima nelayan ini merupakan indeks pergerakan harga paket komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan dibandingkan dengan tahun dasar.

Sementara  indeks harga yang di bayar nelayan adalah indeks pergerakan harga paket komoditas yang dikeluarkan oleh nelayan termasuk konsumsi rumah tangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal dibandingkan dengan tahun dasar. Nilai tukar nelayan inilah yang menjadi proxy indikator kesejahteraan bagi nelayan.

Jika nilai tukar nelayan lebih besar dari 100, maka harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Ini artinya pendapatan nelayan naik lebih besar dari pengeluarannya atau surplus. Sementara, ketika nilai tukar nelayan sama dengan 100, hal ini berarti kenaikan harga produksi sama dengan kenaikan harga konsumsi sehingga nelayan mengalami impas. Sedangkan jika nilai tukar nelayan kurang dari 100, berarti kenaikan harga produksi lebih rendah dari kenaikan harga konsumsi, maka nelayan mengalami defisit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya