SOLOPOS.COM - Ilustrasi penambangan minyak dan gas bumi (JIBI/Bisnis/Dok)

Solopos.com, JAKARTA — PDIP sebagai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mendapat efek negatif paling besar jika pemerintah melakukan penaikan harga BBM bersubsidi dengan alasan menekan subsidi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana, Heri Budianto, menilai wajar apabila kader PDIP seperti Effendi Simbolon bersikeras menolak kebijakan tak populis tersebut. Pasalnya selama dua periode pemerintahan, mereka paling tegas menyuarakan penolakan terhadap kebijakan harga BBM.

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

“Jadi aneh kalau PDIP itu sekarang mendukung karena dulu enggak pernah setuju. Kalau sekarang setuju justru aneh, bahwa apa yang dilakukan selama ini hanya simpati kepada rakyat saja,” kata Heri Budianto saat dihubungi Bisnis/JIBI, Minggu (16/11/2014).

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla mengatakan harga BBM subsidi akan segera dinaikkan setelah Jokowi pulang dari lawatannya ke luar negeri. Dengan pernyataan tersebut, pengamat energi menilai andil JK sangat besar dalam kebijakan ini. Tetapi PDIP tetap harus menanggung cap negatif dari masyarakat.

“Ya JK yang berperan tapi PDIP yang mendapatkan nilai negatif, rugi kan. Rakyat enggak tidur, rakyat melihat apa yang dilakukan PDIP selama 10 tahun,” ujar Heri.

Menurut Heri Budianto, Jokowi sebagai presiden yang pro rakyat sebaiknya berpikir ulang soal menaikkan harga BBM bersubsidi karena rakyat kecil yang akan terkena dampak paling besar. Ia sepakat usulan para pengamat migas agar pemerintah melakukan pembenahan di sektor energi terutama pemberantasan mafia minyak.

“Paling enggak mafia migas sebetulnya harus diberantas. Secara politis tidak menuntungkan menaikkan harga BBM karena akan jadi bumerang,” jelasnya.

Pengamat migas, Hendrajit, menilai dalam wacana penaikan harga BBM subsidi melahirkan dualisme komando pemerintah antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla karena RI 2 dinilai mendominasi pernyataan tentang kenaikan harga BBM.

“Saya menangkap hiruk pikuk polemik kenaikan BBM ada benih dualisme komando di pemerintah antara Presiden dan Wakil Presiden,” katanya.

Padahal Jokowi-JK saat kampanye kerap menyampaikan bahwa pemerintahan dijalankan dengan semangat trisakti yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam budaya. Tetapi dalam kebijakan sektor migas, Hendrajit menilai tidak ada rasa Trisakti di dalamnya.

Tidak adanya tumpuan Trisakti dalam kebijakan migas terlihat adanya pejabat pemerintah yang dinamakannya “JK connection” dalam struktur Kabinet Kerja yang dikhawatirkan menggerogoti pemerintahan Jokowi melalui sektor migas.

Sebelumnya, politikus PDIP, Effendi Simbolon, meminta kepada Presiden agar sejumlah menteri terkait kebijakan energi di-reshuffle agar kebijakan yang dilahirkan oleh pemerintah nantinya terhindar dari kongkalikong dengan mafia migas.

Menurutnya, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan otomatis menguntungkan perusahaan minyak asing terutama yang memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar di Indonesia karena harganya sama.

“SPBU asing sekarang tidur nyenyak, kalau nanti sudah sama atau lebih tinggi, maka SPBU asing akan tertawa terbahak-bahak. Itu ironisnya Indonesia, kita selalu tunduk oleh penjajahan asing,” kata Effendi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya