SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarang (Solopos.com)--Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Jateng melakukan penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana di Bank Jateng Syariah (BJS) Cabang Semarang dan BJS Cabang Solo senilai Rp 94 miliar.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati, Setia Untung Arimuladi, mengatakan tim pidana khusus telah melayangkan surat pemanggilan kepada sejumlah saksi. “Pekan depan kami akan memeriksa sejumlah saksi,” katanya kepada wartawan di Kantor Kejakti Jateng, Jl Pahlawan, Kota Semarang, Kamis (4/8/2011).

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Mengenai nama-nama saksi yang telah dipanggil, Untung belum bersedia mengungkapkan identitasnya.  “Tunggu saja pekan depan, yang jelas kami telah mengirimkan surat panggilan kepada mereka,” imbuhnya.

Dia menambahkan langkah tim pidana khusus melakukan penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana BJS untuk mengungkap ada tidaknya pidana korupsi. “Kasus BJS kan ramai diberitakan di media massa, kami ingin mengusut kebenarannya,” tandas Untung.

Seperti diberitakan, Staf Ahli Gubernur Jateng, Jarot Nugroho  diduga melakukan tindak pidana korupsi di BJS Cabang Semarang dan BJS Cabang Solo senilai Rp 94 miliar.

Menurut Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jateng, Prajoko Haryanto, modus operandi yang digunakan antara lain pejabat bersangkutan meminjam uang ke BJS Cabang Semarang dan BJS Cabang Solo menggunakan surat keputusan (SK) palsu.

Setelah pinjaman dari bank cair yang bersangkutan tak mengangsur pembayaran setiap bulan. Uang tersebut sebagian digunakan keperluan pribadi untuk kepentingan usahanya.
Kasus tersebut tak hanya melibatkan pejabat Pemprov, tapi juga melibat orang internal bank bersangkutan karena nilainya cukup besar.

Sementara jumlah penyimpangan dana di BJS ternyata tak hanya Rp 94 miliar, tapi mencapai Rp 100 miliar. “Dari hasil informasi yang kami peroleh penyimpangan dana di BJS mencapai Rp 100 miliar,” kata Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPRD Jateng, Dwi Yasmanto kepada wartawan Rabu kemarin.

Lebih lanjut dia menjelaskan, dari data yang diperoleh pada 2010-2011 penyimpangan dana tak hanya terjadi di BJS Cabang Semarang dan BJS Cabang Solo, tapi juga di cabang lainnya, antara lain Bank Jateng Cabang Pembantu Baturetno, Wonogiri senilai Rp 5 miliar.

Bank Jateng Cabang Karangpandan, Karanganyar senilai Rp 5 miliar. Bank Jateng Cabang Purwokerto senilai Rp 750 juta, cabang pembantu Weleri-Kendal dengan kerugian Rp 200 juta dan Bank Jateng Cabang Jakarta dengan kerugian senilai Rp 10 miliar.

“Modus pembobolan menggunakan berbagai cara di antaranya menggunakan SK pegawai fiktif, surat perintah kerja (SPK) proyek fiktif dan mark up jaminan,” ujar dia.

Menurut Dwi Yasmanto kasus yang terjadi di Bank Jateng ini karena manajemen bank yang kacau. Semestinya, sambung dia, ada pengawasan dengan melakukan penelitian, survei di lapangan apalagi nilai kreditnya besar.  “Ini kok bisa lolos dengan mudah. Saya mempertanyakan kredibilitas manajemen Bank Jateng,” tandas dia.

(oto)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya