SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kejakti Jateng menahan seorang PNS Kemenhub dalam kasus dugaan korupsi pembangunan asrama Badan Pengembangan SDM Perhubungan.

Solopos.com, SEMARANG — Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Jawa Tengah menahan pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang ditempatkan sebagai dosen di Politeknik Perhubungan Kota Tegal, Andi Sahara.

Promosi Video Uang Hilang Rp400 Juta, BRI: Uang Diambil Sendiri oleh Nasabah pada 2018

Andi Sahara ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka di Kantor Kejakti Jateng Jl. Pahlawan, Kota Semarang, Selasa (28/4/2015). Diangkut dengan mobil tahanan Kejakti, tersangka dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita, Semarang, untuk menjalani penahanan.

”Tersangka Andi Sahara ditahan sampai 20 hari ke depan untuk memudahkan penyidikan,” kata Kepala Kejakti Jateng, Hartadi melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum), Eko Suwarni.

Lebih lanjut, menurut Eko, Andi Sahara ditetapkan sebagai tersangka pembangunan asrama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Perhubungan yang dananya berasal dari APBN 2013 senilai Rp10,250 miliar. Selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tersangka melakukan korupsi bersama Direktur PT Galih Medan Persada, Supadi (juga tersangka dalam kasus sama), selaku kontraktor pemenang lelang dengan penawaran Rp9.321 miliar.

Pada pelaksanaannya ditemukan penambahan volume pekerjaan akibat dari kondisi di lapangan yang sebelumnya telah dibangun. “Sehingga terjadi penambahan nilai kontrak dari Rp 9,321 miliar menjadi Rp10,203 miliar,” tandas Eko.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejakti Jateng, Johny Manurung dalam kesempatan sama menambahkan, tersangka Andi Sahara telah membantu atau bersama-sama melakukan korupsi dalam pekerjaan itu. “Berdasarkan penghitungan ahli dari Universitas Negeri Semarang [Unnes], ditemukan kerugian keuangan negara senilai Rp2.46 miliar,” ungkap dia.

Kerugian itu, menurut Johny, dihitung adanya kelebihan pembayaran senilai Rp1,7 miliar yakni dari yang seharusnya pekerjaan dibayar Rp7,92 miliar, tetapi dibayar Rp9,63 miliar. Serta adanya kekurangan volume fisik pekerjaan yang totalnya mencapai sekitar Rp700 juta.

“Kelebihan pembayaran ini karena pekerjaan yang baru selesai 83 persen, tetapi sudah dibayar 93 persen. Dari 93 persen itu masih ada kekurangan volume,” beber Johny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya