SOLOPOS.COM - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana menyampaikan keterangan kepada wartawan di Lobi Gedung Jampidum, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

Solopos.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung membantah tidak mempertimbangkan posisi Bharada Richard Eliezer sebagai justice collaborator (JC) dalam tuntutan 12 tahun penjara untuknya.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana, mengatakan jika jaksa tidak mempertimbangkan posisi justice collaborator maka tuntutan untuk Richard Eliezer akan lebih tinggi lagi.

Promosi Program Pemberdayaan BRI Bikin Peternakan Ayam di Surabaya Ini Berkembang

Justice collaborator adalah pelaku kejahatan yang berbalik bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kejahatan yang lebih besar.

“Dalam fakta persidangan terungkap Richard Eliezer ini menyanggupi permintaan Ferdy Sambo untuk membunuh Yosua. Jadi dia sebagai dader (pembunuh). Kalau tidak mempertimbangkan posisinya sebagai JC maka tuntutannya pasti akan lebih tinggi,” ujar Fadil Zumhana, seperti dikutip Solopos.com dari siaran KompasTV, Rabu (18/1/2023).

Menurut Jampidum, yang berhak memberikan tuntutan adalah jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan karena merekalah yang menjalani proses persidangan.

Para jaksa penuntut umum, kata dia, yang paling mengetahui tentang fakta-fakta di persidangan.

Ketika membuat tuntutan, para jaksa mempertimbangkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan.

Ia membantah anggapan publik bahwa jaksa kasus Sambo masuk angin.

“Kalau kami hanya sebagai pengendali, yang tahu tentang bukti-bukti di persidangan itu ya kejaksaan negeri,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, tuntutan Bharada Richard Eliezer yang lebih tinggi dari Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dan Bripka Ricky Rizal membuat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023), diwarnai keriuhan.

Puluhan pendukung Eliezer berteriak tidak puas dengan tuntutan yang dianggap tidak adil itu.

Seperti diketahui, Eliezer dituntut penjara 12 tahun sedangkan Putri, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal dituntut hukuman delapan tahun penjara.

Keriuhan itu berlangsung hingga beberapa menit membuat jaksa terhenti beberapa kali dalam membacakan tuntutannya.

Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso berulang kali menegur pengunjung sidang agar berhenti berteriak. Namun peringatan hakim itu tidak diindahkan.

Pendukung Eliezer terus berteriak setiap kali jaksa melanjutkan pembacaan tuntutan.

Karena situasi tidak kondusif, ketua majelis hakim akhirnya menghentikan sementara persidangan.

“Sidang saya nyatakan diskors. Kepada petugas keamanan mohon bantuannya untuk mengeluarkan para pendukung. Tolong dikeluarkan,” perintah hakim Wahyu Iman Santoso, seperti dikutip Solopos.com dari siaran TVOne.

Petugas keamanan PN Jaksel pun langsung mengikuti perintah hakim.

Mereka mengeluarkan beberapa pendukung Eliezer yang histeris karena terdakwa penembak Yosua yang menjadi justice collaborator itu dituntut tinggi.

Seperti diketahui, lima terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah menerima tuntutan dari JPU.

Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal dituntut delapan tahun penjara pada Senin (16/1/2023), Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup pada Selasa (17/1/2023), Putri Candrawathi dituntut delapan tahun pada Rabu (18/1/2023).

Beberapa jam setelah Putri, Eliezer yang menjadi pembongkar pembunuhan Yosua oleh Ferdy Sambo dituntut lebih berat yakni 12 tahun penjara.

Publik Geram

Publik dunia maya alias warganet geram dengan tuntutan jaksa terhadap para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Mereka menilai keadilan di Indonesia masih milik orang berkuasa dan punya duit.



Warganet geram karena tuntutan penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo dan delapan tahun penjara untuk Putri Candrawathi dianggap ringan sedangkan tuntutan 12 tahun untuk Bharada Richard Eliezer dinilai berat lantaran posisi Eliezer sebagai justice collaborator.

Sebagian kegeraman warganet itu ditumpahkan dalam kolom komentar di kanal Youtube MetroTV yang menayangkan breaking news persidangan kasus Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).

Berikut sebagian kekecewaan warganet sebagaimana dirangkum Solopos.com, Rabu.

“Bukan lagi berencana tapi merusak sistem. Tapi ternyata keadilan masih milik orang berkuasa dan berduit,” tulis @event_d***.

“JPU sangat tidak mempunyai perasaan atau hati yang bersih. Bagaimana rasa yang dirasakan keluarga almarhum. Para JPU melindungi iblis, inilah hukum di Indonesia,” kecam @harryyono1***.

“Kami rakyat nggak percaya sama jaksa pasti berpihak yang berduit. Nggak ada keadilan di negeri ini, hukum pincang,” tulis @yadiey1***.

“Kami masyarakat berharap dan berdoa bagi para hakim diberi hikmat oleh Tuhan sebagai wakil-Nya agar keputusan yang dijatuhkan dengan bijak untuk keadilan ditegakkan sesuai dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan para terdakwa. FS sebagai otak perencanaan dan selama sidang membuat skenario. Selain itu Brigadir Yosua dibunuh secara sadis juga sembilan puluh lebih polisi diikutsertakan yang berdampak mematikan bagi mereka dalam kehidupan sosial di masyarakat dan keluarga mereka. Jadi hukuman diperberat bagi FS setimpal dengan kejahatannya bersama istrinya PC,” tulis akun @berthabenggu3***.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya