SOLOPOS.COM - Jaksa Agung menyaksikan pemberian Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) kepada tersangka kasus penganiayaan terhadap pembeli daging kikil lewat keadilan restoratif di Kejaksaan Negeri Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (11/11/2021). ANTARA/HO-Puspenkum Kejaksaan Agung

Solopos.com, JAKARTA — Keadilan restoratif yang digaungkan Kejaksaan Agung dan Polri dinilai memberi ruang bagi warganet untuk terlibat dalam proses penyelesaian suatu perkara penegakan hukum pidana.

Pendapat ini disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Ade Adhari.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, Mayoritas Analis Rekomendasi Beli Saham BBRI

“Keadilan restoratif membuka ruang bagi komunitas untuk menyampaikan aspirasinya, memastikan bahwa korban memperoleh keadilan,” kata Ade Adhari ketika menyampaikan paparan dalam seminar bertajuk The Power of Warganet: Pengaruhnya Terhadap Penanganan Perkara oleh Aparat Penegak Hukum yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube KSHI FH UNDIP, Minggu (14/11/2021).

Ia menyebutkan, salah satu contoh adalah ketika terdapat kasus pemerkosaan yang proses penyidikannya dihentikan oleh aparat penegak hukum sehingga warganet menyuarakan protes atas tindakan tersebut.

Baca Juga: Jaksa Agung: Keadilan Restoratif Rawan Diselewengkan 

Protes tersebut mengakibatkan aparat penegak hukum kembali melanjutkan penyidikan perkara.

Fenomena itu, ia melanjutkan, menunjukkan masyarakat berperan aktif dalam menegakkan keadilan untuk korban.

Keterlibatan masyarakat dalam memastikan korban memperoleh keadilan, menurut Ade, merupakan bagian dari membangun rasa kebersamaan antara masyarakat.

Korban, selain merupakan pihak yang dirugikan oleh pelaku tindak pidana, juga merupakan bagian dari masyarakat.

“Karena dia (korban) merupakan bagian dari masyarakat, logis kalau masyarakat senantiasa terlibat (dalam penegakan keadilan),” tutur Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law ini seperti dikutip Antara.

Dengan demikian, keadilan restoratif yang melibatkan masyarakat dalam penegakan hukum pidana akan mendobrak sistem peradilan konvensional yang saat ini berlaku di Indonesia.

Baca Juga: Pertikaian Penjual dan Pembeli Berujung Bui, Ini Solusi Jaksa Agung 

Ade mengatakan bahwa sistem peradilan konvensional membatasi keterlibatan publik dalam penuntasan perkara, dan hanya melibatkan aparat penegak hukum.

Padahal, menurut dia, masyarakat memiliki peran yang penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia.

“Keterlibatan masyarakat juga mewujudkan yang namanya akuntabilitas dalam sistem peradilan pidana. Kalau tidak ada warganet, saya rasa akuntabilitas dari aparat penegak hukum akan menjadi persoalan ke depan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya