SOLOPOS.COM - Nasabah Wanaartha saat melakukan aksi (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti investasi Wanaartha Life ke sejumlah emiten di bursa, bahkan menunjukkan tiga kelalaian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tiga kelalaian OJK yang disebut oleh BPK itu pertama, Kepala Eksekutif IKNB tidak melakukan koordinasi dengan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal untuk menindaklanjuti indikasi pidana perusahaan asuransi di pasar modal.

Promosi BRI Siapkan Uang Tunai Rp34 Triliun pada Periode Libur Lebaran 2024

Kedua, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II tidak cermat dalam mengawasi pelimpahan indikasi tindak pidana yang terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Langsung 2021 PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha kepada Kepala Departemen Pengawasan IKNB 1A untuk dilakukan pemeriksaan khusus atau investigasi dan lalai tidak mengelola data pelaku penyimpangan di industri asuransi.

Ketiga, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A tidak cermat melimpahkan indikasi tindak pidana yang terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Langsung 2021 PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha.

Kelalaian-kelalaian itu kemudian memunculkan sejumlah masalah dalam proses investasi Wanaartha Life di sejumlah emiten:

Baca Juga : Bos Asuransi Wanaartha Life Jadi Tersangka Kasus Penipuan

1. Terdapat indikasi transaksi semu di Pasar Modal

BPK memaparkan pada 28 Desember 2018, PT WAL atau Wanaartha Life menjual saham Bank Banten (BEKS) 15 miliar lembar seharga Rp50 kepada PT Fadent Consolidated Companies. Total penjualan Rp750 miliar.

Namun, menurut BPK berdasarkan konfirmasi PT WAL yang merujuk laporan Bank Kustodian CIMB Niaga pada 28 Desember 2018, PT WAL hanya menjual saham BEKS 5 miliar lembar dengan nominal transaksi Rp250 miliar di Pasar Negosiasi kepada PT Fadent.

Selanjutnya, pada 2 Januari 2019, PT WAL membeli kembali saham BEKS sebanyak 10 miliar lembar Rp50 dengan nominal pembelian Rp500 miliar.

Berdasarkan konfirmasi PT WAL yang merujuk laporan Bank Kustodian CIMB Niaga, pada 2 Januari 2019, PT WAL membeli kembali saham BEKS 5 miliar lembar dengan nominal transaksi Rp250 miliar di Pasar Negosiasi dari PT Fadent.

“Kondisi tersebut mengindikasikan terdapat upaya meningkatkan volume transaksi BEKS sehingga saham BEKS terlihat aktif ditransaksikan,” tulis BPK dalam hasil audit PDTT Pengaturan Pengawasan dan Perlindungan Konsumen Sektor Industri Keuangan Non Bank pada OJK.

Baca Juga : Tips Mengakses Layanan Asuransi dari OJK

Tidak Dilaporkan

2. Transaksi REPO Tidak Dilaporkan kepada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)

Wanaartha Life, tulis BPK, mengakui melakukan transaksi pembelian saham REPO (transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan) dengan Beny Tjokrosaputro (BT) sejak tahun 2016 sampai dengan 2018. Nilai transaksi Rp452,84 miliar.

Hasil penelaahan counterparty transaksi REPO tersebut menunjukkan Rp423,08 miliar atau 93 persen dari Rp452,84 miliar transaksi pembelian REPO teridentifikasi bahwa PT WAL membeli pada SBT atau pihak yang terkait dengan BT.

Namun, PT WAL mengaku seluruh transaksi REPO dilakukan dengan BT. Seluruh transaksi REPO Rp452,84 miliar tidak dilaporkan kepada KSEI.

BPK menyebut pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Langsung 2021 PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha dapat diindikasikan sebagai tindakan yang bisa menurunkan nilai aset perusahaan asuransi dan sebagai transaksi semu di pasar modal.

Baca Juga : Asuransi Bermasalah Lagi, Ribuan Nasabah Bikin Grup Facebook Korban Penipuan AIA

3. Terdapat indikasi penyuapan yang mempengaruhi keputusan investasi

BPK menemukan dugaan transaksi suap dari sejumlah pejabat PT WAL. Pemeriksa BPK menyebut DH pada 24 September 2019 senilai Rp550 juta dari HD yang merupakan sales manager Maybank Kim Eng Sekuritas.

“Hal ini karena pada tanggal tersebut, PT WAL juga diketahui melakukan transaksi jual dan beli saham, antara lain dengan Maybank Kim Eng dan broker lainnya. Dengan demikian, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap penerimaan DH. Dalam rangka memastikan keterkaitan dengan transaksi saham PT WAL pada 24 September 2019.”

Selain itu, BPK juga menemukan Fund Manager PT WAL, FJR, menerima dana dari rekening pribadi pegawai sekuritas Rp2,71 miliar. Selanjutnya, Kepala Divisi Internal Audit PT WAL, AAF, menerima dana dari rekening pribadi FJR Rp190,5 juta.

Selain itu BPK juga menemukan transaksi yang tidak dapat dijelaskan. Setidaknya ada tiga transaksi yang diidentifikasi BPK berasal dari sebuah sekuritas.

Sayangnya, Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, belum memberikan jawaban soal temuan BPK tersebut.

Baca Juga : Asuransi Dikeluhkan, OJK: Perusahaan harus Mengganti Kerugian Nasabah Jika…

Tersangka Penipuan

Di sisi lain, Bareskrim Polri menetapkan Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa WanaArtha Life (WAL), Yanes Yaneman Matulatua, sebagai tersangka kasus penipuan.



Yanes menjadi tersangka bersama dengan enam orang lain, yakni Yosef Meni, Terry Khesuma, dan Rezanantha Pietruschka. Kemudian, Daniel Halim, Evelina Larasati Fadil, dan Manfred Armin Pietruschka.

Namun, penyidik kepolisian belum memutuskan menahan para tersangka. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Wisnu Hermawan, mengatakan ketujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka sejak 1 Agustus 2022.

Sayangnya, Wisnu belum mau membeberkan peran ketujuh tersangka itu dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan uang nasabah. “Sabar ya, tunggu nanti,” katanya, Selasa (2/8/2022).

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Kasus Wanaartha Life, Ada Peran Kelalaian Pejabat OJK?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya