SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban perundungan. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO–Maraknya kasus perundungan atau bullying pada siswa di sekolah dinilai pakar pendidikan Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Munawir Yusuf, sebagai momen untuk mengevaluasi kurikulum dan budaya sekolah yang kurang kondusif dalam menjalankannya.

“Perilaku bullying di sekolah terjadi karena banyak ruang kosong dan hampa serta peluang terbuka yang terjadi secara terus menerus yang dialami siswa sepanjang waktu di luar jam sekolah. Lingkungan sekolah yang kurang kondusif dalam menjalankan kurikulum sekolah, banyak jam kosong, budaya mutu yang rendah, serta sistem pembelajaran yang membosankan juga menjadi pemicu bagi siswa untuk melakukan bullying,” ujar Munawir saat dihubungi Solopos.com, Kamis (5/10/2023).

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Munawir menambahkan paparan media sosial dan Internet juga membuat kekerasan semakin mudah disaksikan oleh siswa sehari-harinya. Menurutnya, siswa sering meniru perilaku kekerasan yang ada di film sebagai bentuk unjuk diri dan pencarian identitas.

Dia juga menilai siswa pelaku bullying menunjukkan kontrol diri yang rendah, mungkin ada keinginan membalas dendam, mencari perhatian dengan cara yang salah, atau ingin menunjukkan keberanian agar mendapat pengakuan sebagai teman yang ditakuti.

Perilaku bullying bisa terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain bullying secara fisik, verbal, sosial, dan melalui serangan dan teror di media sosial. Dampaknya tentu saja dialami langsung oleh korban antara lain secara fisik, sosial, psikologis, dan akademis, sehingga mengganggu perkembangan pendidikan bagi korban.

Munawir menyarankan sekolah harus menerapkan dan mengembangkan budaya mutu, menerapkan pola kepengasuhan guru dengan siswa dalam pendidikan, meningkatkan kepengawasan pada jam-jam istirahat dan jam kosong, serta membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Munawir juga tidak lupa mengingatkan agar komunikasi antara sekolah dengan orang tua siswa ditingkatkan berbasis kurikulum sekolah.

Sementara itu pakar pendidikan UNS Solo, Muhammad Munadi, mengatakan pengawasan konten di Internet bagi siswa seharusnya diawasi bersama oleh Kemenkominfo dan Kemendikbud.

“Ego sektoral terkait tugas ini harus dihapus karena jika Kemendikbud dibebani tugas ini sendiri akan kesulitan. Selanjutnya pengawasan juga dilakukan di tingkat keluarga, orang tua perlu rutin mengecek konten apa saja yang dikonsumsi siswa,” ujar Munadi saat dihubungi Solopos.com, Kamis (5/10/2023).

Munadi juga mengakui tingkat bullying di siswa meningkat selama 10 tahun terakhir. Bullying dengan kekerasan fisik adalah salah satu jenis yang paling marak terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya