SOLOPOS.COM - Sejumlah penyidik dari Bareskrim Polri membawa sejumlah barang seusai menggeledah rumah milik penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (1/5/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Vitalis Yogi Trisna)

Kasus Novel Baswedan telah sampai ke ombudsman setelah penyidik KPK itu melaporkan penyidik Bareskrim Polri.

Solopos.com, JAKARTA — Ombudsman RI akan membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti laporan yang disampaikan penyidik senior KPK, Novel Baswedan dan penasihat hukumnya, Rabu (6/5/2015) siang. Namun tim khusus tersebut tidak akan dibedakan dengan tim yang menangani laporan pimpinan KPK nonaktif Bambang Widjojanto.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Menurut Komisioner Ombudsman RI, Budi Santoso, Bambang Widjojanto sebelumnya juga melaporkan hal yang sama seperti Novel Baswedan terhadap Polri. Materi pelaporan juga mirip laporan Novel, yaitu dugaan pelanggaran maladministrasi saat penangkapan dirinya pada 23 Januari 2015 lalu di rumahnya.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 37/2008 tentang Ombudsman, disebutkan bahwa maladministrasi adalah perbuatan melawan hukum, melampaui kewenangan, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil atau immateriil bagi masyakarat dan perorangan.

Budi Santoso menjelaskan pihaknya akan melakukan verifikasi terlebih dulu, sebelum menentukan sikap yang harus dilakukan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan Bareskrim Polri terhadap Novel Baswedan. Ombudsman, menurut Budi, juga akan meminta keterangan dari Bareskrim Polri untuk memverifikasi laporan Novel.

“Ini baru dari satu pihak, baik melalui lisan atau kronologis, verifified atau tidak, Ombudsman harus memverifikasi ke pihak terlapor [Bareskrim Polri],” tutur Budi Santoso di Kantor Ombudsman Jakarta, Rabu (6/5/2015).

Budi Santoso meyakini pihaknya tidak akan menemui kesulitan apapun untuk melakukan verifikasi laporan Novel Baswedan tersebut terhadap Bareskrim Polri. Pasalnya menurut Budi, sewaktu era mantan Kapolri Jenderal Purn Pol Timur Pradopo dan Jenderal Purn Pol Sutarman, ada MOU yang mewajibkan Polri memberikan keterangan dan dokumen terkait kebutuhan Ombudsman.

“Di salah satu pasal mewajibkan kepolisian untuk memberikan keterangan, dokumen, kepada Ombudsman. Tidak kita temukan kesulitan di lapangan. Seringkali terjadi kalau bertemu pejabat polisi. Misalnya penyidik untuk gelar perkara juga lancar,” kata Budi.

Sementara itu, menurut penasihat hukum Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu, ada sebanyak sembilan maladministrasi yang telah terjadi dalam kasus penangkapan dan penahanan terhadap Novel Baswedan. Di antaranya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolsian terhadap Novel Baswedan tidak didasarkan pada alasan yang sah.

Selain itu, penangkapan dan penahanan terhadap Novel juga dinilai Muji dilakukan di luar tujuan menegakkan hukum. “Penangkapan juga tidak sesuai prosedur dan surat perintah penangkapan sudah kadaluarsa. Kemudian penggeledahan dan penyitaan dilakukan dengan melanggar ketentuan KUHAP,” tutur Muji.

Selain itu, Muji juga melaporkan beberapa pihak yang dinilai terlibat dalam dugaan pelanggaran maladministrasi terhadap Novel Baswedan. Ada sembilan nama yang dilaporkan penasihat hukum Novel Baswedan, di antaranya adalah nama Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso yang dinilai melakukan intervensi terhadap penyidik Bareskrim Polri.

Pasalnya menurut Muji, pria yang akrab disapa Buwas tersebut telah mengeluarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim per tanggal 20 April 2015. Menurut Muji, surat tersebut telah menjadi konsideran dalam Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan.

“Ada sembilan nama terlapor dan tindakannya yang telah kita sampaikan kepada Ombudsman,” tukasnya.

Selain Budi Waseso penasihat hukum Novel Baswedan juga melaporkan nama Brigjen Pol. Herry Prastowo selaku Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim. Dia dinilai melakukan maladministrasi dengan melakukan Surat Perintah Penangkapan terhadap Novel yang tidak sah. Menurut Muji, laporan tersebut menuduhkan Novel masuk dalam Pasal 351 ayat (1) dan ayat (3).

“Tetapi pada surat perintah penangkapan dan penahanan diubah menjadi pasal 351 ayat [2]. Perubahan pasal tuduhan itu menunjukkan peristiwa pidana yang berbeda dengan korban yang berbeda,” tukas Muji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya