SOLOPOS.COM - Muhammad Romahurmuziy (Romahurmuziy.com)

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Ketua Komisi IV DPR bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Pangan, Kelautan dan Perikanan, yang juga Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya, Muchammad Romahurmuziy, memberi keterangan ke KPK soal kasus suap alih fungsi hutan Riau 2014.

Romahurmuziy alias Romy mengatakan alih fungsi hutan merupakan kewenangan Kementerian Kehutanan, bukan DPR. “Itu bukan kewenangan Komisi IV karena ini merupakan alih fungsi yang sifatnya parsial, ya kepada Kemenhut,” kata Romahurmuziy seusai diperiksa KPK di Jakarta, Rabu (3/12/2014), dikutip dari Antara.

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Rommy diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau 2014 kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Gubernur Riau, Annas Maamun, dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung, sebagai tersangka.

Menurut Rommy ada dua jenis perubahan kawasan hutan yaitu untuk peruntukkan dan yang lain adalah perubahan fungsi. “Perubahan fungsi itu murni kewenangan Menhut [Menteri Kehutanan] karena memang DPR tidak miliki kewenangan di sana dan dalam persoalan di Riau ini yang terbesar adalah perubahan fungsi,” ungkap Rommy.

Sedangkan untuk perubahan peruntukan itu terbagi dua, pertama adalah perubahan non-DCLS yaitu Dampak Cakupan Luas dan Dampak Penting Cakupan Luas dan Strategis (DCPLS). “Yang satu DPCLS ini hanya meliputi 0,1 persen dari total luas yang diajukan dan memang belum sempat dibahas di DPR,” ungkap Rommy.

Menurut Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, pemeriksaan Rommy diperlukan untuk mendalami kasus tersebut. “Sedang kita dalami, prinsipnya kalau buat kita kalau sudah cukup indikasi ke arah sana, ya seperti yang lain,” jelas Adnan.

Annas disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut, dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Sedangkan Gulat Medali Emas Manurung disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatan penyelenggara negara tersebut.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan pada 25 September dan didapatkan barang bukti berupa uang sebanyak 150.000 dolar Singapura dan Rp500 juta sehingga bila dijumlahkan total uangnya adalah sekitar Rp2 miliar.

Suap dilakukan Gulat agar kebun kelapa sawit miliknya seluas 140 hektar yang masuk dalam Hutan Kawasan Industri (HTI) dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam Area Peruntukan Lainnya (APL). Kebun kelapa sawit itu berada di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

KPK juga menduga uang itu digunakan sebagai ijon proyek-proyek lain di Riau. Karena saat penangkapan dan pemeriksaan, KPK menemukan daftar beberapa proyek yang akan dilaksanakan di Provinsi Riau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya