SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta– Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M. Jasin mengatakan, kasus yang menjerat dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, akan mempengaruhi pengambilan sejumlah kebijakan strategis di KPK.

“Kalau pimpinan dua orang dengan empat orang tentu berbeda untuk kebijakan strategis,” kata Jasin dalam pernyataan resmi kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Jasin memberikan pernyataan itu tentang kemungkinan penonaktifan Bibit dan Chandra sebagai pimpinan KPK menyusul putusan pengadilan yang memerintahkan kasus hukum keduanya diteruskan ke pengadilan.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan penuntutan kasus hukum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, harus dilanjutkan.

“Kejaksaan harus melanjutkan perkara penuntutan ini atas nama Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto,” kata Juru Bicara PT DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro di Jakarta, Kamis (3/6) malam.

Andi menjelaskan, hal itu adalah bagian dari putusan pada tingkat banding atas kasus penghentian penuntutan kasus yang menjerat Bibit dan Chandra.

Putusan itu ditetapkan oleh majelis hakim yang terdiri dari Muchtar Ritonga (ketua), I Putu Widnya, Nasarudin Tapo. Putusan itu ditetapkan pada Kamis (3/6).

Jasin menyadari, ada kemungkinan Bibit dan Chandra dinonakifkan jika kejaksaan memutuskan mengikuti putusan pengadilan untuk membawa kasus itu ke persidangan.

Jika hal itu terjadi, maka KPK hanya akan dipimpin oleh dua orang, M. Jasin dan Haryono.

Meski akan terganggu dalam penentuan kebijakan strategis, Jasin menegaskan, KPK tetap akan bekerja.

“Kita tetap bekerja dengan dibantu semua personil di KPK ini,” kata Jasin.

Menurut Jasin, sampai saat ini Bibit dan Chandra masih aktif sebagai pimpinan KPK. Penonaktifan mereka, kata Jasin, harus melalui mekanisme keputusan presiden.

Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah terjerat kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.

Sebelum dihentikan oleh kejaksaan, kasus itu sempat disidik oleh kepolisian.

Saat itu, kepolisian menduga Bibit dan Chandra serta sejumlah pejabat KPK menerima uang dari Anggoro Widjojo secara bertahap hingga mencapai Rp5,1 miliar.

Uang itu diserahkan melalui perantara Anggodo Widjojo dan seorang bernama Ari Muladi.

Awalnya, Ari Muladi mengaku menyerahkan uang itu kepada Bibit, Chandra, dan pejabat KPK yang lain.

Namun, pada akhirnya, dia menyangkal hal itu dengan menyatakan uang itu diserahkan kepada seseorang yang bernama Yulianto yang mengaku mengenal pejabat KPK.

Hingga kini, keberadaan Yulianto tidak diketahui.

ant/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya