SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Dua bersaudara pejabat Banten, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diani, dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (4/12/2013). Kompak, keduanya absen memenuhi panggilan pemeriksaan itu.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan Wali Kota Airin sudah menyampaikan surat yang menyebutkan dirinya tidak bisa memenuhi panggilan itu dengan alasan tengah mengikuti acara musyawarah pengembangan dan pembangunan, di Serang, Banten. “Wali Kota Tangsel sedang tugas, suratnya sudah diterima,” ujarnya.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Sedangkan untuk Gubernur Atut, penyidik KPK tidak menerima surat pemberitahuan atas ketidakhadirannya. Nyatanya, sampai pukul 17.00 WIB, Atut tak kunjung hadir di Gedung KPK untuk memenuhi kewajibannya.

Karena absen memenuhi panggilan itu, KPK menurutnya, akan menjadwal ulang pemanggilan keduanya. Namun, Johan belum memastikan kapan pemanggilan itu akan dilakukan. Yang pasti, lanjutnya, keterangan keduanya dalam kasus suap sengketa Pilkada Lebak dinilai penting sehingga penyidik akan terus menjadwal ulang.

Pemanggilan dua anggota dinasti Banten itu terkait kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Banten. Keduanya, diperiksa sebagai saksi untuk mantan Ketua Mahkaman Konstitusi (MK) Akil Mochtar, dan Susi Tut Andayani.

Belum diketahui, mengapa KPK tidak memeriksa Airin sebagai saksi dari tersangka Tb. Chaeri Wardana alias Wawan yang tercatat sebagai suaminya, sekaligus adik kandung dari Gubernur Banten Atut Chosiyah. Namun, dikabarkan pemanggilan Atut untuk menelusuri pertemuan antara Wawan, Ratu Atut, dan Akil Mochtar beberapa waktu lalu.

Hingga kini, status Atut memang masih tercatat sebagai saksi. Namun, jika dalam hasil penyidikan ditemukan dua alat bukti yang cukup, dia juga bisa dijerat sebagai tersangka.

Dalam kasus suap MK, KPK telah menetapkan sebanyak enam orang tersangka. Yaitu, dalam kasus suap Pilkada Gunung Mas, yakni Akil Muchtar yang saat itu merupakan ketua MK, dan Chairunnisa anggota DPR dari Fraksi Golkar. Keduanya, diduga sebagai penerima uang suap yang melanggar Pasal 12c UU Tipikor juncto Pasal 55 ke 1 KUHP.

Sedangkan Hambit Bintih yang merupakan kepala daerah dan Cornelis Nalau yang pengusaha swasta dianggap sebagai selaku pemberi uang suap. Mereka diduga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, dalam kasus suap Pilkada Lebak, Banten, Susi Tut Aandayani dan Akil Muchtar telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dianggap sebagai penerima uang suap sehingga dianggap melanggar Pasal 12c UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tersangka lainnya, adalah Tb. Chaeri Wardhana yang merupakan pemberi suap dan diduga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya